Berobat Pakai BPJS Kesehatan tak Gratis Lagi, Kecaman Keras Pun Datang
Menurutnya, kondisi itu menunjukkan bahwa penyalahgunaan layanan kesehatan juga bisa datang dari dokter atau pihak RS.
Lebih lanjut, pihaknya memang mengecam keras aturan tentang urunan biaya kesehatan tersebut, seperti yang terangkum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 51 Tahun 2018. Pasalnya, dalam PMK tersebut menimbulkan kesan, seolah-olah peserta BPJS Kesehatan adalah satu-satunya yang harus bertanggung jawab.
Ia kemudian mengkritisi PMK yang diteken Menteri Kesehatan Nila Farida Moeloek tersebut. Di antaranya, terkait keterangan bahwa BPJS Kesehatan bisa menarik biaya patungan 10 persen atau maksimal Rp30 juta untuk layanan rawat inap di atas kelas 1, yang dihitung dari biaya pelayanan dari total tarif INA-CBG.
Sementara, untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas A dan B, peserta dipatok urun biaya Rp20 ribu dan sebesar Rp10 ribu untuk kunjungan rawat jalan di RS kelas C, D, serta klinik utama. Selai itu peserta BPJS Kesehatan juga membayar paling tinggi Rp350 ribu untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam jangka waktu tiga bulan. Hal itu yang termaktub dalam Pasal 9 PMK tersebut.
Menurut Timboel, seharusnya pemerintah dan BPJS Kesehatan bisa lebih jeli melihat potensi penyalahgunaan layanan. Meskipun ia tak memungkiri penyalahgunaan juga dapat dilakukan oleh peserta.
"Saya menduga ada celah di dokter. Tetapi, BPJS tidak bisa menindaknya selama ini. Jadi, dibebankan ke peserta," ujarnya lagi.