Baca Puisi di Hadapan Gubernur, Sutardji, Rida dan Fakhrunnas Pukau Hadirin Pengukuhan FKPMR
SCB malam itu tampak bergairah membacakan empat puisi di antara Menulis, Tanah Airmata dan Sumpah Pemuda. Seperti biasa, SCB yang bergaya khas pakai jaket dan topi dan scarf dengan warna kecoklatan melantunkan puisi dengan suara khas yang berat dan gerau.
''Puisi 'Menulis' merupakan pernyataan kredo saya bahwa kata merupakan sesuatu yang penting dan menentukan. Allah pun menciptakan alam semesta ini juga dengan kata yakni 'Kun'. Maka terciptalah,'' kata SCB yang berkali-kali disambut tepuk tangan hadirin.
Ketika membacakan puisi 'Tanah Airmata', SCB sempat menceritakan bahwa puisi tersebut ditulisnya sebagai kritik terhadap rezim pemerintahan Orba yang belum berhasil menyejahterakan rakyat. Situasi yang sama tampaknya masih belum banyak berubah.
Sementara Rida K. Liamsi membacakan puisi panjang yang menukilkan sejarah Melayu masa lalu. Rida membacakan puisi dengan suara melengking penuh semangat. Di bagian tertentu Rida sempat pula mengucapksn puisinya denga gaya bersyair.
Terakhir, penyair Fakhrunnas MA Jabbar membacakan puisi penuh kritik dan perlawanan pada ketidakadilan pemerintah pusat puluhan tahun sejak merdeka dan masa Orba. Puisi berjudul 'Karena Kalian Gunung, Kami Pun Berubah Jadi Angin' dibacakan dengan teriakan keperihan yang disambut tepuk tangan hadirin.
''Budayan UU Hamidy pernah menulis bahwa Riau sebagai ladang perburuan. Akibatnya nasib rakyat Riau kurang beruntung selama bertahun-bertahun-tahun karena diperlakukan tidak adil. Oleh sebab itu, hampir semua sastrawan Riau menulis karya ya menyuarakan kenestapaan dan keperihan. Puisi-puisi yang ditulis para penyair bukanlah patokan ular kobra yang mematikan. Melainkan hanyalah sengatan ulat bulu yang hanya menimbulka gatal-gatal saja,'' ucap Fakhrunnas.