Tolak Kebijakan Netanyahu, Ribuan Warga Israel Demo

Rizka 28 Mar 2025, 17:14
Israel
Israel

RIAU24.COM - Ribuan warga Israel turun ke jalanan Yerusalem pada Rabu (26/3). Mereka menggelar demo menentang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Aksi yang berpusat di dekat parlemen Israel, Knesset, ini terjadi hanya beberapa jam setelah Netanyahu menuduh oposisi sebagai penyebab anarki di negara tersebut.   

Para demonstran berkumpul dengan membawa bendera Israel, menabuh genderang, meniup terompet, dan meneriakkan kata demokrasi sebagai bentuk perlawanan terhadap rancangan undang-undang yang memperbesar pengaruh politik dalam pengangkatan hakim.   

Selain menolak kebijakan tersebut, para pengunjuk rasa juga menuntut pembebasan sandera yang masih ditahan di Gaza serta mendesak pemerintah untuk melanjutkan negosiasi gencatan senjata dengan Hamas.   

Aksi ini merupakan bagian dari gelombang protes yang telah berlangsung sejak pekan lalu, dipimpin oleh koalisi kelompok anti-Netanyahu yang menentang pemecatan kepala Badan Keamanan Dalam Negeri Shin Bet, Ronen Bar.   

Sebelumnya pada hari yang sama, Netanyahu berpidato di parlemen dengan nada tajam, menuduh oposisi sengaja mengganggu jalannya pemerintahan di tengah perang.   

"Kalian terus mengulang-ulang slogan usang dan konyol tentang 'akhir demokrasi'. Sekali lagi, demokrasi tidak dalam bahaya. Yang dalam bahaya adalah kekuasaan para birokrat," ujar Netanyahu.   

Ia juga meminta oposisi untuk menghentikan hasutan dan menyebarkan kebencian di jalanan, terutama saat Israel masih berperang di Gaza.   

Namun, oposisi tidak tinggal diam. Mereka mengajukan banding terhadap keputusan Netanyahu yang memecat Ronen Bar, menyebutnya sebagai keputusan dengan konflik kepentingan yang mencolok.   

Selain itu, Netanyahu juga tengah berusaha memecat Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, yang kerap menentang kebijakan pemerintahnya.   

Saat ini, Parlemen Israel tengah memperdebatkan RUU tentang pengangkatan hakim, bagian dari reformasi peradilan yang pertama kali diusulkan pada 2023. 

Jika tidak ada hambatan, RUU ini diperkirakan akan disahkan pada Kamis dengan dukungan mayoritas parlemen.   

Pemerintah berpendapat bahwa reformasi ini diperlukan untuk menyeimbangkan kekuasaan antara legislatif dan yudikatif. Namun, oposisi khawatir bahwa perubahan tersebut justru melemahkan sistem check and balances, sehingga memperbesar kekuasaan eksekutif.   

Pada 2023, dorongan untuk mereformasi sistem peradilan memicu gelombang protes besar di seluruh Israel. Kini, kebijakan serupa kembali memicu aksi massa.