Menu

Seperti Ini Mirisnya Nasib Anggota Ikhwanul Muslimin, Sejak Mesir Dipimpin Al Sisi

Siswandi 21 Feb 2019, 11:19
Aksi anggota Ikhwanul Muslimin di Kairo, Mesir. Foto: int
Aksi anggota Ikhwanul Muslimin di Kairo, Mesir. Foto: int

RIAU24.COM -  Sejak dipimpin Presiden Abdel Fattah al-Sisi, kondisi yang dialami anggota kelompok Ikhwanul Muslimin di Mesir, kian memiriskan. Sejauh ini, vonis hukuman mati terhadap kelompok itu, terus saja terjadi. Jumlahnya bahkan telah mencapai ratusan. Tidak sedikit dari vonis itu yang telah dieksekusi.

Namun kebijakan itu mengundang prihatin mendalam dari pemerhati hak asasi manusia. Pasalnya, vonis mati yang dialami para anggota Ikhwanul Muslimin tersebut dijatuhkan melalui proses peradilan yang diduga timpang dan semena-mena.

Yang terbaru, pihak berwenang Mesir telah mengeksekusi mati sembilan anggota Ikhwanul Muslimin dengan cara hukuman gantung, Rabu 20 Februari 2019 di penjara Kairo.

Dilansir republika, sebelum dieksekusi, mereka telah divonis bersalah dalam kasus pembunuhan jaksa di Mesir bernama Hisham Barakat, yang tewas pada Juni 2015 lalu. Vonis mati itu telah dijatuhkan Pengadilan Tinggi Mesir pada November 2018 lalu. Barakat tewas setelah diserang saat mengendarai mobilnya di Kota Kairo.

Terkait eksekusi sembilan anggota Ikhwanul Muslimin tersebut, pejabat Kementerian Dalam Negeri Mesir yang tidak disebutkan namanya, karena tidak berwenang mempublikasikan hal ini, mengungkapkan, keluarga para terhukum mati sudah membawa jasad mereka dari rumah duka di Kairo.

Dengan eksekusi terhadap anggota Ikhwanul Muslimin tersebut, total sudah 15 orang yang dieksekusi mati di Mesir, sejak awal tahun 2019 ini.

Pengadilan tak Adil

Namun vonis mati yang kerap terjadi di Mesir, menimbulkan reaksi negatif dari pemerhati hak asasi manusia (HAM).

"Seperti yang ditunjukan dalam eksekusi yang terbaru ini, hukuman mati yang digunakan Presiden (Abdel Fattah) al-Sisi meningkatkan krisis hak asasi manusia," kata Direktur lembaga bantuan hukum internasional Reprieve, Maya Foa, dilansir Aljazirah, Kamis 21 Februari 2019.

Pihaknya mencatat, setidaknya sudah 12 remaja yang dihukum mati. Namun yang lebih mencengangkan, 1.451 hukuman mati sudah terkonfirmasi. Yang membuat pihaknya merasa miris, aksi penyiksaan, pengakuan palsu dan pengadilan massa yang berulang kali, saat ini terjadi di seluruh Mesir.

"Sangat mengejutkan pelanggaran ini terus berlanjut sementara masyarakat internasional tetap bungkam," tuturnya.

Sebelumnya, pada Selasa (19/2/2019), organisasi advokasi HAM Amnesty International juga sudah meminta pihak berwenang Mesir menghentikan vonis mati tersebut.

Hal itu disebabkan proses pengadilan yang kemudian menjatuhkan vonis mati tersebut, dinilai berjalan timpang alias tidak adil.

Dari pengakuan para terdakwa, para korban hukuman mati tersebut kebanyakan ditangkap diam-diam. Kemudian mereka disiksa hingga akhirnay terpaksa mengakui apa yang dituduhkan.

"Tidak ada keraguan, siapa yang terlibat dalam serangan mematikan harus diadili dan mempertanggungjawabkan tindakan mereka. Tapi mengeksekusi tahanan atau mengambil pengakuan orang berdasarkan pengakuan yang diambil melalui penyiksaan bukanlah keadilan," kata Najia Bounaim dari pihak Amnesty International.

Dikatakan, pihaknya menyaksikan pada awal bulan Februari ini saja, sudah ada enam orang yang sudah dieksekusi mati dalam persidangan yang berjalan dengan tidak adil.

Menurutnya, daripada meningkatkan jumlah eksekusi hukuman mati, Mesir harus menghapus hukuman mati untuk selama-lamanya.

Untuk diketahui, pada pekan lalu, pihak berwenang Mesir juga telah menghukum mati tiga orang yang dinyatakan bersalah atas pembunuhan perwira polisi senior, Nabil Farag.

Human Right Watch melaporkan pekan sebelumnya tiga orang 'tahanan politik' muda yang dinyatakan bersalah atas pembunuhan seorang putra hakim.

Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas penyerangan terhadap Nabil yang terjadi pada tahun 2015 lalu. Tapi pihak berwenang menujuk jari mereka ke anggota kelompok Ikhwanul Muslimin.

Kisah miris yang dialami anggota Ikhwanul Muslimin, bermula sejak Presiden Mohammed Mursi digulingkan tentara yang dipimpin Jenderal Sisi pada tahun 2013 lalu. Untuk diketahui, Mursi memang salah seorang kader Ikhwanul Muslimin. Selanjutnya, Jenderal Sisi yang disebut-sebut memiliki hubungan dekat dengan Amerika Serikat itu, kemudian diangkat menjadi Presiden Mesir.

Sejak saat itu, pemerintah Mesir sudah banyak menangkap dan mengeksekusi anggota Ikhwanul Muslimin. Ratusan pendukung Morsi sudah dijatuhi hukuman manti. Sementara mantan presiden dan petinggi Ikhwanul Muslimin lainnya masih menjalani persidangan.

Selanjutnya oleh Jenderal Sisi, Ikhwanul Muslimin dinyatakan dilarang dan dinyatakan sebagai 'kelompok teroris' sejak Desember 2013, atau hanya berjarak satu bulan setelah Morsi digulingkan. ***