OPINI : Prediksi Pemilih Calon Presiden 2019
Hasil dari ketidakseimbangan adalah menjemukkan bagi seseorang, dan ini yang ingin dihindari oleh pemilih. Penjelasan lainnya, apa yang telah ada dan apa yang sudah ditampakkan oleh masing-masing calon selama ini adalah sebuah informasi penting bagi pemilih. Yang menjadi point penting disini adalah proses kognitif tidak banyak terjadi, karena pemilih hanya akan mengaososiakan saja informasi yang satu dengan informasi lainnya yang tujuannya untuk berada dalam kesimbangan. Kecenderungan untuk seimbang adalah individu tidak banyak menggunakan kognitifnya.
Kecendeungan pemilih selanjutnyaq selain karena faktor skema mental yang sudah diyakini adalah respon kognitif. Individu dalam merespon suatu stimulus, fenomena sosial atau kejadian mencoba untuk bereaksi terhadap beberapa aspek pesan/informasi dengan memunculkan pikiran negatif atau positif. Pikiran negatif dan positif inilah yang menentukan apakan akan mendukung calon 01 atau 02. Misal. Ada calon yang mengkampanyekan akan melakukan pengurangan subsidi untuk pengobatan masyarakat miskin.
Apabila pemilih berpikir “bagaimana orang-orang miskin yang sakit itu bisa mendapatkan uang untuk membayar biaya pengobatan yang makin mahal”?. Ini merupakan respon kognitif yang negatif yang kecenderungannya calon tersebut tidak akan dipilih. Atau juga proses kognitif yang lain, “boleh juga nih, bagaimanapun subsidi itu kebanyakan salah sasaran dan banyak dinikmati oleh orang kaya”. Ini adalah respon kognitif yang positif dan kecenderungannya, pemilih akan memilih calon tersebut.
Catatan penting untuk respon kogntif ini adalah pertama, proses ini akan berjalan kalau pemilih adalah orang-orang yang banyak menggunakan kognitifnya (pikiran, rasionalnya) dan kebanyakan proses ini juga terjadi pada masyarakat ekonomi menengah ke atas dan tingkat pendidikan yang tinggi, artinya semakin banyak menggunakan pola pikiran, ataun semakin tinggi tingkat ekonominya atau semakin tinggi tingkat pendidikannya maka respon kognitif akan cenderung digunakan.
Kalau melihat kondisi ril masyarakat Indonesia sekarang ini, menurut hemat saya hanya sekitar 30% masyarakat yang menggunakan respon kognitif. Respon kognitif jangan dianggap betul atau penilaiann obyektif 100%, bisa jadi proses dari pemrosesn kognitifnya dari kacamata negatif. Kadang-kadang seseorang dalam menentukan sesuatu juga dipengaruhi oleh motif untuk membela diri. Pembelaan ini cenderung pada kesalahan. Misal, calon presiden mengatakan dia akan melakukan program hemat energi. Penilaian dari kacamata negatifnya adalah, “program sebenarnya bertujuan untuk mempertahankan kepentingan perusahaan energi asing”. Motif membela dirinya adalah seseorang mencari informasi yang tujuannya untuk membela pendapat dirinya.
Proses manapun yang diaktifkan oleh pemilih, sulit untuk diprediksi, tapi yang perlu menjadi perhatian penting adalah, pertama bahwa seseorang sudah memiliki skema mental (pikiran/keyakinan) terhadap sesuatu, dan kalau ingin melihat kecendeungan maka pahami skema mental masyarakat Indonesia. Kedua, apa dan bagaimana calon presiden selama ini, siapa, dan dengan siapa calon berteman atau didukung oleh siapa, sudah diproses oleh individu atau pemilih.