Menu

Semakin Runcing, Diancam Iran Bakal Diserang, AS Siap Kirim Kapal Induk ke Selat Hormuz

Riko 11 May 2019, 12:49
Foto (internet)
Foto (internet)

RIAU24.COM -  Perseteruan antaran Iran dan Amerika Serikat (AS)  terus meruncing. Iran dilaporkan akan menyerang setiap kapal yang masuk Selat Hormuz.  Namun militer Amerika Serikat mengabaikan ancaman Iran tersebut dan balik menantang akan siap mengirim kapal induknya, USS Abraham Lincoln, yang sudah berada di Timur Tengah ke jalur perairan tersebut.

Intelijen AS menginformasikan bahwa militer Iran kemungkinan akan melakukan serangan terhadap kapal-kapal, termasuk kapal dagang, yang masuk Selat Hormuz.

Komandan Armada Kelima Wakil Laksamana Jim Malloy mengatakan kepada Reuters bahwa informasi intelijen Amerika yang menunjukkan ancaman dari Iran tidak akan mencegahnya mengirim kapal induk ke Selat Hormuz, jika itu memang diperlukan. Armada Kelima yang bermarkas di Bahrain merupakan satuan militer yang mengawasi pasukan AS di Timur Tengah.

Sekadar diketahui, Selat Hormuz merupakan jalur yang dilewati seperlima dari pasokan minyak yang dikonsumsi secara global. Jauh sebelum informasi intelijen Amerika muncul, militer Teheran pernah mengancam akan menutup total jalur perairan itu setelah AS memutuskan akan menjatuhkan sanksi terhadap negara mana pun yang membeli minyak negara para Mullah tersebut.

Kelompok Tempur Kapal Induk USS Abraham Lincoln pada hari Kamis lalu telah terdeteksi transit melalui Terusan Suez menuju Laut Merah. Kapal induk dan kelompok tempurnya itu kini berada di bawah komando Malloy. 

"Jika saya perlu membawanya ke dalam selat (Hormuz), saya akan melakukannya," kata Malloy dalam sebuah wawancara dengan Reuters melalui telepon, yang dilansir Jumat (10/5/2019) malam. "Saya tidak dibatasi dengan cara apa pun, saya tidak tertantang dengan cara apa pun, untuk mengoperasikannya di mana pun di Timur Tengah."sambungya.

Iran telah menolak anggapan AS tentang ancaman tersebut sebagai informasi "intelijen palsu".

Ketegangan antara Teheran dan Washington telah memanas sejak pemerintahan Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir internasional 2015 dengan Iran dan mulai memulihkan sanksi untuk meruntuhkan ekonomi Republik Islam tersebut.