Bermodalkan Rp6 Juta Raih Penghasilan Rp100 Juta, Suparman Ketagihan Jadi Petani cabe
RIAU24.COM - KANDIS - Meski memiliki kebun sawit seluas 2 hektar, kehidupan ekonomi Suparman ternyata masih pas-pasan. Seiring perjalanan waktu, hasil dari kebun sawit ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Untungnya, kondisi tersebut dapat diatasi sejak ia mulai menanam sayuran di lahan pinjaman.
“Usaha hasil sawit saya tidak menjanjikan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan saya,” ungkap Suparman, Kamis (27/6/2019) di kebun cabenya, Desa Belutu, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Riau.
Sejak tahun 2016, dirinya mulai mencoba berusaha menanam hortikultura sejenis sayur-sayuran, dengan memanfaatkan lahan pinjaman lebih kurang seluas 1 hektare dari milik SDN 21 Kandis. Lahan itu ia pinjam pakai bersama kawan anggota kelompok tani yang dibentuk pemerintah desa.
"Kami menggarap masing-masing setengah hektare. Awalnya saya dan kawan saya menggarap dengan biaya swadaya (seadanya). Namun pada tahun 2017 saya masuk kelompok tani yang dibentuk oleh desa seiring dengan masuknya Program DMPA (Desa Makmur Peduli Api) PT-AA-SMF ke Desa Belutu. Salah satu dari Program DMPA tersebut adalah tanaman cabe, maka saya mulai menamam cabe," tutur Suparman.
Ia dan seorang teman satu kelompok mendapatkan bantuan dana sekitar Rp12 juta. Untuk menanam cabe pada lahan 1 hektare tadi, modal dana Rp12 juta tersebut mereka bagi dua, masing-masing Rp6 juta.
"Dengan dana Rp6 juta inilah saya mulai menanam cabe. Alhamdulillah dalam sekali musim (4 bulan sejak mulai ditanam) kami berhasil. Khusus saya saja, bisa menghasilkan panen cabe sebanyak 2,5 ton. Jika diuangkan pada saat itu (2017) dengan harga cabe saat itu Rp35 ribu-40 ribu/kilo, saya mendapatkan uang dalam satu musim hampir Rp100 juta dengan modal awal Program DMPA PT AA Rp6 Juta. Sementara teman saya mendapatkan hasil penjualan sekitar Rp75 juta. Akhirnya kami 'kecanduan' bertanam cabe. Kalau sekarang ini harga cabe di Pasar Kandis berkisar Rp50 ribuan," jelas Suparman.
Jika dirinya memakai bibit cabe label, maka dalam satu tahun untuk 3 x 4 bulan/musim, insya Allah bisa menghasilkan Rp300 juta/setahun. Sementara untuk cabe lokal dirinya bisa mendapatkan 2 x musim/6 bulan. "Dan hasilnya, baru dalam masa 2,5 bulan ini saja saya sudah menhasilkan Rp70 juta dengan harga cabe berkisar Rp50 ribu-Rp66 ribu," ujar pria yang memiliki 1 orang istri dan 4 orang anak ini.
Perusahaan Arara Abadi juga membantu alat berat untuk pengerjaan pembuatan parit pembatas agar lahan tanaman cabe tidak tergenang air jika hujan turun. "Jadi saya mengajak kawan-kawan di daerah ini, marilah jangan terpaku dengan mengharapkan hasil sawit saja. Hasil sampingan lain juga bisa kita lakukan seperti tanam sayur sayuran dan cabe seperti yang saya lakukan," ajak Suparman.
Sementara itu Tenaga Sarjana Pendamping yang merupakan asli putri daerah Desa Belutu yang juga tamatan Universitas Islam Riau, Wiwin yang direkrut oleh PT AA-SMF untuk membantu para penerima Program DMPA PT AA-SMF, didampingi Koodinator DMPA, Miswanto dan Humas PT AA-SMF Nurul Huda kepada media menjelaskan, Program Tanaman Cabe ini adalah salah satu dari beberapa kegiatan program DMPA yang ia dampingi.
"Tugas saya di antaranya adalah, bagaimana menjembatani keperluan dan kebutuhan masyarakat para penerima program DMPA kepada perusahaan PT Arara Abadi. Di antaranya, ketika ada gangguan hama penyakit, gangguan banjir jika hujan terus menerus, masalah bibit, pupuk, pemasaran, dll. Namun Alhamdulillah sudah 2 tahun ini saya jadi Tenaga Pendamping, sebelum timbul masalah tersebut, perusahaan melalui staf dan potensi yang dimiliki perusahaan, sudah cepat menangani sebelum timbul masalah, misal, pengembangan usaha, antisipasi banjir dengan mengerahkan alat berat perusahaan,” terang Wiwin.
Miswanto menambahkan, perusahaan membantu alat berat untuk membantu membuat batas parit di sekeliling pertanian cabe milik masyarakat ini, agar lahan masyarakat tidak tergenang air jika terjadi hujan lebat. Di samping pertanian cabe, perusahaan juga mempunyai Program DMPA untuk peternak kambing.
"Alhamdulillah berkembang cukup baik yang jumlahnya sudah 2x lipat dari jumlah awal, dan masyarakat sudah banyak menikmati peternakan kambing tersebut dengan cara menjualnya,” kata Miswanto.***
R24/rls