Menu

Ketua MPR Bamsoet Samakan GBHN Dengan Konsep Pemimpin China Saat Insiden Tiananmen

Riki Ariyanto 4 Nov 2019, 11:58
Ketua MPR Bamsoet (foto/int)
Ketua MPR Bamsoet (foto/int)

RIAU24.COM - JAKARTA- Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyamakan semangat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan konsep pemimpin China pada insiden lapangan Tiananmen, Deng Xiao Ping.

Menurut Bamsoet, GBHN tidak ubahnya konsep Gaige Kaifang atau reformasi dan keterbukaan yang gagas oleh Deng Xiao Ping.

zxc1

"GBHN tak lebih dari sebuah dokumen yang menetapkan arah dan tujuan masa depan bangsa. Hampir semua bangsa memiliki dokumen serupa GBHN, karena setiap bangsa punya cita-cita dan target."

"Tiongkok berhasil melakukan lompatan besar berkat semangat Gaige Kaifang (reformasi dan keterbukaan) yang digagas pemimpin Tiongkok almarhum Deng Xiao Ping. Gaige Kaifang bisa disebut serupa GBHN," jelasnya seperti dikutip dalam pers rilisnya, Jakarta, Senin (4/11/2019).

zxc2

Untuk itu, Bamsoet minta kepada elemen bangsa untuk tidak mencurigai rencana amandemen konstitusi yang ingin dilakukan MPR.


Karena menurutnya, haluan negara adalah keniscayaan untuk menjaga dan memperkuat eksistensi negara kesatuan dan kebhinekaan bangsa.

Bamsoet juga menyebutkan, GBHN akan bersumber dari pemikiran, perhitungan, perkiraan dan penetapan target-target oleh semua elemen bangsa melalui dewan perwakilan dan majelis permusyawaratan (MPR/DPR/DPD).

"Dengan berproses seperti itu, menjadi jelas bahwa GBHN itu bukan gagasan atau kehendak personal, dan bukan pula interes kelompok," jelasnya.

Ia juga menyebutkan, bahwa rencana amandemen jangan dipersepsikan sebagai upaya memperbesar otot MPR untuk sekadar menjadi lembaga tertinggi kembali. "Urgensi bangsa ini punya GBHN tidak sesederhana itu," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyebutkan, sampai saat ini belum ada anggota Dewan baik itu DPR dan DPD yang mengajukan konsep untuk melakukan amandemen. "Karena aturannya bila memang ada pihak yang ingin mengajukan amandemen konstitusi itu harus mengajukan konsepnya seperti apa. Pasal mana yang mau dirubah lalu didukung dengan fraksi mana saja kemudian di paripurnakan," ungkap beberapa waktu lalu.

Deng Xiao Ping sendiri adalah pemimpin tertinggi negara Tiongkok dari 13 September 1982 sampai 2 November 1987. Jabatan terakhirnya adalah Ketua Komisi Penasihat Pusat Partai Komunis.

Pada 28 Juni 1981 hingga 9 November 1989, Deng menjabat sebagai Ketua Komisi Militer Pusat di  Thiongkok. Pada saat yang sama Deng juga menjabat sebagai sekretaris partai Komite Pusat dan anggota Biro Politik.

Meski bukan menjabat sebagai Presiden namun Deng memiliki kekuasaan tertinggi di Thiongkok. Pada 15 April hingga 4 Juni 1989. Para intelektual China menggelar aksi protes terhadap pemerintah karena ketidakstabilan ekonomi dan korupsi politik.

Deng mendukung usul tokoh-tokoh di dalam partai untuk melakukan pembubaran secara paksa para demonstran.

Akhirnya pada bulan Juni angkatan bersenjata menekan para demonstran yang menyebabkan terjadinya Insiden Tiananmen. Lebih dari 3.000 orang meninggal sebagai akibat tindakan dari pasukan bersenjata.

Pada tahun 2011, seorang Profesor Emeritus Ilmu Sosial di Universitas Harvard, Ezra Vogel menuliskan sebuah penelitian berjudul Deng Xiaoping and the Transformation of China. Dalam paper tersebut, Ezra menyebutkan, akibat Deng membuat sistem penentuan harga berbasis pasar menimbulkan gelombang penarikan uang tunai, pembelian, dan penimbunan di seluruh negeri. Pemerintah yang panik kemudian membatalkan kebijakan ini, tapi kemudian berdampak pada inflasi yang meningkat tajam. (R24/Bisma)