Menu

Siapa Sangka, Sebelum Jadi Konglomerat, Ir Ciputra Pernah Jalani Profesi Ini

Siswandi 27 Nov 2019, 09:22
Ir Ciputra
Ir Ciputra

RIAU24.COM -  Konglomerat dan pendiri banyak grup yang bergerak di bidang properti, Ir Ciputra, meninggal dunia pada Rabu 27 November 2019 dini hari tadi. Mungkin tak banyak orang yang tahu, bagaimana aktivitasnya sebelum menjelma menjadi konglomerat properti di Tanah Air. Ternyata, siapa sangka, almarhum Ciputra ternyata adalah atlet atletik yang handal. 

Karena itu pula, ia pernah jadi duta Provinsi Sulawesi  Utara pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-2, yang digelar tahun 1951 silam, di lapangan Ikada Jakarta (sekarang Monas, red). 

Pengalaman bertarung di ajang PON itu, menjadi salah satu kenangan yang tak bisa dilupakan Ciputra yang memiliki nama lahir Jie Tjin Hoan.

Pengalaman itu tercatat manis dalam biografinya, The Passion of My Life karya Alberthiene Endah. Biografinya itu diluncurkan akhir November 2017 silam di Jakarta.

Dilansir detik, Rabu 27 November 2019, dalam buku itu disebutkan, Ciputra muda merasakan girang tak kepalang saat pertama kali diminta menjadi atlet lari untuk daerahnya pada ajang PON. Ketika itu, Tjin Hoan masih duduk di bangku SMA Don Bosco, Manado.

Pada hari itu, Pemerintah Kota Manado meminta Sekolah Don Bosco mengizinkan Tjin Hoan bergabung dengan kontingen Sulawesi Utara untuk mengikuti Pekan Olahraga Nasional II di Lapangan Ikada, Jakarta.

Di tingkat SMA di Sulawesi Utara, Tjin Hoan memang dikenal sebagai jago lari jarak menengah. Spesialisasinya adalah lari 800 meter dan 1.500 meter. Kalau untuk cabang ini, dia sudah tak punya lawan seimbang lagi di Sulawesi Utara.

Ketika itu, kondisi Ciputra tentu belum seperti sekarang ini. Pada tahun 1951, dia hanya seorang anak SMA kere yang punya hobi lari. Jangankan ke Jakarta, menginjakkan kaki di Pulau Jawa saja belum pernah.

Perjalanan dari Manado ke Jakarta dengan kapal laut butuh waktu beberapa hari. Sepanjang jalan di atas kapal, lantaran begitu antusiasnya, Tjin Hoan malah jadi susah tidur. Walhasil, saat kapal itu berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Tjin Hoan dan teman-temannya malah loyo. Apalagi mereka hanya makan seadanya di atas kapal.

Walau tak sempat lagi memulihkan stamina, Tjin Hoan dan teman-temannya bertanding penuh semangat. Tjin Hoan lolos dari kualifikasi dan menembus babak final di nomor lari 800 meter dan 1.500 meter. Namun ia gagal mempersembahkan medali, meski telah berjuang habis-habisan. 

"Tapi saya tak kecewa," Tjon Hoan. Ia juga menuturkan, ketika itu ia tetap pulang dengan kepala tegak.

Minum Coca-Cola 
Dia memang menikmati betul perjalanan ke Ibu Kota Jakarta pada saat itu. Khususnya, saat diundang Presiden Sukarno ke Istana Merdeka.

"Anak muda miskin ini bisa berada di dalam Istana. Saya memandang setiap sudut Istana Merdeka dengan takjub," Tjin Hoan menuturkan. 

Asal tahu saja, untuk kali pertama di Istana Merdeka itulah dia mengenal yang namanya minuman Coca-Cola.

"Saat menenggaknya, saya merasakan sensasi yang luar biasa." 

Dengan sigap, ia masukkan satu botol Coca-Cola ke balik bajunya dan dibawanya pulang ke penginapan. Di penginapan-mereka tidur di salah satu sekolah di Jakarta-minuman itu dinikmatinya sendirian. 

Lahir di Parigi, kota kecil di Sulawesi Tengah, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara, semula hidup Tjie Tjin Hoan tak kekurangan. Hingga ayahnya ditangkap tentara Jepang lantaran dicurigai sebagai mata-mata. 

Ayah Tjin Hoan meninggal di ruang tahanan. Saat itu usia Tjin Hoan baru 12 tahun. Kehilangan tulang punggung, ekonomi keluarga membuat kondisi ekonomi mereka jadi morat-marit seketika itu juga.

Tjin Hoan, yang sebelumnya tak kenal berkotor-kotor di kebun, terpaksa memeras keringat setiap hari mengolah tanah supaya dia sekeluarga bisa makan. Lewat para pendatang dari Sangihe Talaud, Tjin Hoan belajar berburu binatang di hutan. Hanya dalam waktu singkat, ditemani kawanan anjingnya, dia telah menjadi pemburu yang handal. 

Kematian sang ayah mengubah Tjin Hoan dari seorang anak yang manja menjadi anak yang ulet dan pantang menyerah lantaran ditempa hidup yang keras. Tjin Hoan selalu ingat nasihat sang ayah, "Jika ingin sukses, lawannya bukanlah orang lain, tapi diri sendiri."

Demi berlatih mengalahkan diri sendiri itulah Tjin Hoan rajin berlari. Ternyata, ketekunannya itu benar-benar berbuah manis. ***