Menu

Erick Thohir Pecat Dirut Garuda Karena Kasus Penyeludupan, DPR: Itu Masih Kecil, Ada yang Lebih Besar

Siswandi 9 Dec 2019, 11:01
Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade
Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade

RIAU24.COM -  Kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir yang memecat direksi PT Garuda Indonesia karena kasus penyeludupan, mendapat apresiasi dari banyak pihak. Namun apa yang terjadi di perusahaan besi terbang itu dinilai masih kasus kecil, dibandingkan begitu banyak masalah di seluruh perusahaan milik negara.

Karena itu, terungkapnya kasus di Garuda Indonesia tersebut diharapkan bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkapkan masalah-masalah di BUMN lain. Selain itu, Menteri Erick Thohir juga diminta tidak tebang pilih, jika benar-benar ingin menciptakan BUMN yang sehat. 

Dilansir bbcnewsindonesia, anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menuturkan, sebenarnya masih ada masalah lain yang jauh lebih besar dibanding Garuda Indonesia. Di antaranya dugaan gagal bayar Asuransi Jiwasraya dan dugaan korupsi di Bank Tabungan Negara (BTN).

"Fenomena gunung es lah, bahwa masih banyak lagi masalah di BUMN, tapi belum terungkap," ujarnya, Minggu (8/12/2019) kemarin.

Lebih mendalam, Andre Rosiade menyorot perusahaan Jiwasraya yang diduga gagal membayar polis yang jatuh tempo kepada anggotanya, yang jumlahnya mencapai Rp16,3 triliun. Tak hanya itu, pada September silam, Jiwasraya juga merugi sebesar Rp13,74 triliun.

Bahkan, nilai potensi kerugian negara dari gagal bayar Asuransi Jiwasraya disebut jauh lebih besar ketimbang kasus bailout Bank Century yang senilai Rp7 triliun.

"Itu contoh tata kelola BUMN yang bermasalah," ujarnya. 

Kasus lainnya, Andre menyorot dugaan korupsi di Bank Tabungan Negara (BTN) dengan PT Batam Island Marina (BIM). Kasus korupsi senilai Rp300 miliar ini diduga melibatkan sejumlah direksi BTN.

Akhir November lalu, Kejaksaan Agung menaikkan status kasus dugaan rasuah yang terjadi di BTN cabang Batam, Kepulauan Riau menjadi penyidikan. Dengan begitu, Kejaksaan Agung bakal menetapkan tersangka dalam waktu dekat, baik dari pihak BTN maupun pihak korporasi yang terlibat.

Tak hanya itu, sejumlah direksi BUMN juga terjerat kasus korupsi dan dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada masa kepemimpinan Menteri ESDM sebelumnya, Rini Soemarno.

Mereka antara lain Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Andra Y Agussalam yang menjadi tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Juni silam. Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT Inti Darman Mappangara sebagai tersangka kasus dugaan suap antar-BUMN, yang melibatkan PT Angkasa Pura II.

Direktur Utama Perum Perindo Risyanto Suanda juga menjadi tersangka dalam OTT oleh KPK karena diduga menerima suap terkait impor ikan. 

Selanjutya, KPK juga melakukan OTT terhadap salah satu direktur PT Krakatau Steel (KRAS) pada Maret silam. Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Krakatau Steel.

Tak Cukup 
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menegaskan fokus pembenahan yang dilakukan saat ini adalah "perbaikan manajemen dan penguatan fungsi komisaris".

Namun, langkah-langkah itu dianggap tidak cukup efektif oleh pengamat BUMN, Sunarsip. Menurutnya, upaya pembenahan di BUMN harus diimbangi upaya-upaya mengembalikan kepercayaan publik terhadap BUMN karena "buruknya tata kelola perusahaan", dengan memilih "jajaran manajemen yang memiliki kredibilitas".

"Jadi tidak hanya sekadar membuka yang disebut kotak pandora, tetapi juga harus bisa menutup kembali kotak pandora yang terbuka tadi dengan cara menempatkan orang-orang yang punya kompetensi dan kredibilitas, serta punya pengalaman yang kuat," lontarnya. ***