Menu

Tak Punya Latar Belakang Pendukung, Said Didu Sebut Misi Ahok di Pertamina Tak Masuk Akal.

Siswandi 19 Dec 2019, 10:37
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Penunjukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Komisaris Utama di BUMN PT Pertamina, masih disorot mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.

Dengan latar belakang yang tidak punya pengalaman sama sekali dalam urusan migas, Said Didu menilai, apa yang ditetapkan menjadi misi Ahok di Pertamina, adalah sesuatu yang tak masuk akal. Apalagi, ia menilai pengangkatan Ahok sebagai Komisaris Utama di PT Pertamina karena balas jasa.

Penilaian itu diunggah Said Didu ke akun YouTube MSD, pada 17 Desember 2019, dengan judul ‘Ahok Jadi Komut Pertamina sebagai balas jasa?’.

Dilansir viva, Kamis 19 Desember 2019, Said mengatakan, masuknya Ahok di Pertamina untuk menyelesaikan masalah impor minyak dan gas (migas) yang tinggi, kemudian membersihkan Pertamina, adalah sesuatu yang sangat tidak masuk akal. 

Sebab, impor migas yang terus berlangsung hingga saat ini, terjadi karena permintaan yang tinggi dan tidak tersedianya kilang.

“Jadi tidak mungkin dalam waktu lima tahun Ahok berhasil. Kalau ditugaskan itu dan agak tidak masuk akal,” lontarnya. 

Selain itu, dia mengatakan bahwa Ahok juga tidak punya rekam jejak terkait dengan keahlian yang dibutuhkan perusahaan migas pelat merah itu.

"Kita tahu semua kepemimpinan Ahok gayanya, kompetensinya tidak ada yang tahu juga kecuali pindah-pindah partai dan integritasnya sangat kontroversial," ujarnya lagi.

JIka Hebat, Tuntaskan 4 Hal Ini 
Menurut Said Didu, jika Ahok memang dinilai sebagai orang hebat, maka ada empat hal yang harus dikerjakan selama menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina. 

Keempat hal itu adalah, pertama, Ahok harus membela Pertamina agar tidak mendapat penugasan dari pemerintah yang merugikan perusahaan selama ini, seperti BUMN satu harga dan lain-lain. Konsekuensinya, Ahok harus berhadapan dengan Presiden Jokowi..

Kedua, lambatnya pembangunan kilang dan lain-lain karena intervensi nonkorporasi para mafia migas untuk menghindari terbangunnya kilang agar mereka tetap bisa menjadi mafia.  "Jadi kantor kedua Ahok, yaitu kantornya Luhut, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, untuk meminta jangan intervensi Pertamina dalam rangka melakukan investasi," ujar Said.

Ketiga, Pertamina menjadi berat karena mendapatkan blok migas yang habis masa kontraknya itu lewat hasil lelang, berbeda dengan dahulu yang dikasih gratis. "Jadi kantor ketiga Ahok itu Kantor Menteri ESDM, meminta blok-blok migas yang habis kontraknya dengan asing agar diserahkan secara gratis atau murah kepada Pertamina," ujarnya lagi. 

Keempat, tugas Ahok keempat adalah datang ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta pemerintah membayar utangnya ke Pertamina. Pasalnya, dia menduga pemerintah memiliki utang puluhan triliun rupiah kepada Pertamina.

"Karena informasi yang saya terima, utang Pertamina sudah di atas Rp50 triliun bahkan Rp77 triliun yang belum dibayar pemerintah kepada Pertamina," tambahnya. ***