Menu

KPK: UU Omnibus Law Jangan Jadi Alat Pelindung Perusahaan Nakal

Bisma Rizal 19 Dec 2019, 16:23
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (foto/int)
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (foto/int)

RIAU24.COM - JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingat kepada pemerintah jangan sampai Undang-Undang Omnibus Law yang masih wacana menjadi alat pelindung perusahaan nakal.

Apalagi menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, saat ini tim penyusun dua UU tersebut lebih banyak dari pihak swasta ketimbang para akademisi.

zxc1

"Agar omnibus law ini tidak menjadi alat untuk berlindung korporasi yang punya niat tidak baik. Ini penting," kata Syarif dalam diskusi 'Menggagas Perubahan UU Tipikor: Hasil Kajian dan Draf Usulan' di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/12/2019).

Karenanya, kata Syarif, pihaknya meminta agar naskah akademiknya disusun secara profesional. "Jangan ujug-ujug lah. Dari pemerintah naskah akademik harus jelas. Siapa timnya yang melakukan itu."

zxc2

"Kalau itu benar yang ada di media, perwakilan dari perusahaan banyak dan perwakilan pemerintah dan dari Universitas itu rektor-rektor seperti itu. Bukan ahli hukum rektor-rektor itu. Jadi saya pikir itu perlu diperjelas," katanya.

Syarif menjelaskan, perkembangan hukum global saat ini korporasi harus dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika melanggar aturan.

Sebagai contoh, negara Belanda yang sebelumnya tidak mengenal pidana korporasi, sekarang sudah mengadopsinya.

"Terakhir kita dengar Volkswagen dihukum pidana dengan denda di Amerika Serikat. Rolls-Royce yang berhubungan dengan KPK dihukum di Inggris. Banyak. Jadi Jangan kita buat hukum yang kembali ke masa kolonial. Kita sudah milenial tapi kembali ke masa kolonial," katanya. (R24/Bisma)