Menu

DPR Tegaskan Laut Natuna Milik NKRI, Tak Perlu Runding-runding dengan China

Siswandi 3 Jan 2020, 11:08
Sejumlah kapal nelayan negara asing yang ketahuan mencuri ikan di perairan Indonesia, saat akan ditenggelamkan beberapa waktu lalu. Foto: int
Sejumlah kapal nelayan negara asing yang ketahuan mencuri ikan di perairan Indonesia, saat akan ditenggelamkan beberapa waktu lalu. Foto: int

RIAU24.COM -  Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafiz menegaskan, Perairan Natuna merupakan wilayah kedaulatan NKRI. Hal itu sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang menetapkan Perairan Natuna merupakan teritori Indonesia. 

Dalam hal ini, tegasnya, China harus mematuhi aturan itu. Sehingga dengan demikian, Indonesia tidak perlu lagi ada perundingan dengan China terkait status Perairan Natuna. 

Hal itu dilontarkannya menanggapi klaim China yang menyebutkan kawasan perairan yang kaya hasil alam itu masuk dalam teritorial negara Tirai Bambu. 

Dilansir detik, Meutya mengatakan pihaknya mendukung langkah Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang menyampaikan protes keras ke China.

"Sikap tegas Menteri Luar Negeri sudah tepat. Kami harap sikap yang disampaikan Menlu didukung penuh, termasuk Kementerian ataupun lembaga lainnya," lontarnya, Jumat 3 Januari 2020.

Ditambahkannya, Indonesia perlu berpegang teguh pada kesepakatan Internasional mengenai batas wilayah, dalam hal ini merujuk pada UNCLOS. 

"China perlu paham agar hubungan baik yang terjalin selama ini antara kedua negara perlu juga perlu dilengkapi penghormatan batas wilayah, dan tentu acuannya adalah konvensi hukum laut internasional, UNCLOS," tegasnyalagi. 

Tak Perlu Berunding

Ditambahkannya, Perairan Natuna yang menjadi milik Indonesia tak bisa lagi diganggu gugat. Karena itu, Meutya menilai, tak perlu ada perundingan akan hal itu dengan pemerintah China.

"Kalau untuk batas wilayah yang telah diakui UNCLOS, hukum laut internasional, sebagai wilayah Indonesia, ya ndak perlu ada runding-rundingan lagi. Hukum tersebut harus tegak dipatuhi semua pihak," kata dia.

"Jika mau duduk bersama sah-sah saja juga, tapi esensinya tetap; Indonesia meminta semua pihak mematuhi Hukum Laut Internasional yang berlaku," ujarnya lagi. 

Seperti marak dirilis media massa, kawasan Perairan Natuna mulai memanas setelah sejumlah kapal pencari ikan China dilaporkan telah masuk ke Perairan Natuna dan mengambil ikan di perairan itu secara ilegal. Parahnya, aktivitas itu didampingi kapal Coast Guard China dengan alasan untuk menjaga keamanan kapal nelayan asal negara komunis tersebut. 

Hal itulah yang kemudian memantik reaksi keras dari Kementerian Luar Negeri yang kemudian mengajukan protes keras ke China. Namun bukannya menerima, juru bicara Kemlu RRC, Geng Shuang, malah mengatakan perairan di sekitar Kepulauan Nansha (Spratly Islands) masih menjadi milik China. Dubesnya di Jakarta juga menegaskan itu ke Kemlu RI.

Namun keterangan ini kembali ditolak tegas Kemenlu RI dan mengatakan pernyataan China itu adalah klaim sepihak dan sama sekali tak memiliki dasar hukum yang jelas.  ***