Menu

Bukan Ikan, Ternyata Ini yang Diincar China Di Laut Natuna

Ryan Edi Saputra 4 Jan 2020, 18:03
Ilustrasi Militer china di Natuna (int)
Ilustrasi Militer china di Natuna (int)

RIAU24.COM - JAKARTA - Perseteruan antara China dan Indonesia di wilayah Natuna terus berlanjut. Departemen Luar Negeri AS mengaku prihatin dengan laporan campur tangan Cina terhadap kegiatan minyak dan gas di Laut Cina Selatan yang disengketakan negara-negara ASEAN.

Melansir tempo.co, Sabtu (4/1/2019). Deplu AS mengungkapkan salah satu intervensi termasuk kegiatan eksplorasi dan produksi yang sudah berlangsung lama di Vietnam.

"Tindakan provokatif Cina yang berulang-ulang ditujukan pada pengembangan minyak dan gas lepas pantai negara-negara pengklaim Laut Cina Selatan lainnya, yang mengancam keamanan energi regional dan merusak pasar energi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata Departemen Luar Negeri dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, 21 Juli 2019.

Pada Jumat Vietnam menuduh kapal survei minyak Cina dan pengawalnya melanggar kedaulatannya dan menuntut agar Cina memindahkan kapal-kapal itu dari perairan Vietnam.

Vietnam dan Cina telah bertahun-tahun terlibat dalam pertikaian mengenai perairan kaya energi di Laut Cina Selatan.

Pada Rabu, dua lembaga think tank yang berbasis di AS melaporkan bahwa kapal-kapal Cina dan Vietnam saling berhadapan selama beberapa minggu di dekat sebuah blok minyak di zona ekonomi eksklusif Vietnam. 

Baik Beijing maupun Hanoi tidak secara langsung mengkonfirmasi atau membantah laporan tersebut.

"Amerika Serikat dengan tegas menentang pemaksaan dan intimidasi oleh setiap penuntut untuk menegaskan klaim teritorial atau maritimnya," kata Departemen Luar Negeri.

"Cina harus menghentikan perilaku intimidasi dan menahan diri dari terlibat dalam aktivitas provokatif dan destabilisasi jenis ini," tambahnya.

Departemen Luar Negeri menegaskan pernyataan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo awal tahun ini ketika dia mengatakan, "dengan menghalangi pembangunan di Laut Cina Selatan melalui cara-cara memaksa, Cina mencegah anggota ASEAN dari mengakses lebih dari US$ 2,5 triliun (Rp 34.841 triliun) cadangan energi yang dapat dieksplorasi."

Departemen Luar Negeri juga mengatakan bahwa tekanan Cina yang meningkat terhadap negara-negara ASEAN, dengan membatasi hak mereka untuk bermitra dengan perusahaan pihak ketiga atau negara-negara yang ingin mengambil alih sumber daya minyak dan gas di Laut Cina Selatan.

"Reklamasi dan militerisasi Cina atas pos-pos yang disengketakan di Laut Cina Selatan, termasuk penggunaan milisi maritim untuk mengintimidasi, memaksa, dan mengancam negara-negara lain, merusak perdamaian dan keamanan kawasan," katanya.

Menurut Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dalam laporan Asia Maritime Transparancy Initiative, Badan Informasi Sumber Daya Alam dan Energi AS mencatat Laut Cina Selatan memiliki 5,3 triliun meter kubik cadangan gas dan 11 miliar barel minyak di sepanjang wilayah Laut Cina Selatan yang disengketakan.

Sementara Badan Survei Geologi AS pada 2012 memperkirakan 4,5 triliun meter kubik gas alam cair dan 12 miliar barel minyak di bawah Lait Cina Selatan. (R24/put)