Menu

Pengamat: 100 Hari Kerja Jokowi, Ma'ruf Tak Menonjol dan Jago Kandang

Riko 28 Jan 2020, 14:19
Foto (internet)
Foto (internet)

RIAU24.COM -  Pada hari Rabu 28 Januari 2020, genap sudah 100 hari wakil Presiden Ma'ruf Amin mendampingi Jokowi. Tapi sayangnya dalam 100 hari kerja Jokowi di priode kedua, peran Ma'ruf sebagai Wapres nyaris tak terlihat. 

Jokowi - Ma'ruf resmi dilantik sebagai presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2019. Usai dilantik Ma'ruf langsung menjalani tugas ke Jepang untuk menghadiri penobatan Kaisar Naruhitno. Setelah kembali, Ma'ruf menemani Jokowi mengumumkan dan melantik menteri Kabinet Indonesia Maju. 

Ma'ruf untuk pertama kalinya mendampingi Jokowi memimpin sidang Kabinet Paripurna Perdana di Istana Merdeka Jakarta 24 Oktober tahun lalu. 

Sejak itulah, mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu kerap menemani Jokowi, mulai dari melantik pejabat negara, rapat terbatas maupun rapat internal hingga acara partai koalisi. 

Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas mengatakan Ma'ruf dalam tiga bulan pertama sedang dalam tahap adaptasi sebagai wakil presiden. Menurutnya, Ma'ruf juga memposisikan diri secara wajar di pemerintahan.

Namun, kata Abbas, dalam 100 hari kerja Jokowi ini, Ma'ruf kurang berani tampil di forum negara Islam seperti Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Menurutnya, sebagai Ketua nonaktif MUI dan Rais Aam PBNU, Ma'ruf bisa membawa Indonesia berada pada posisi penting.

"Ini Kiai Ma'ruf bahkan di pertemuan KTT (KL Summit 2019) juga tidak bisa hadir di Malaysia,"ujar Abbas mengutip dari CNNIndonesia, Senin 27 Januari 2020.

Abbas mengaku sejauh ini belum melihat sesuatu yang membanggakan dari Ma'ruf sebagai wakil presiden dengan latar belakang NU dan MUI yang membuat Indonesia dihormati dan dihargai di kalangan negara-negara Islam lainnya. Ma'ruf harusnya bisa mengambil kesempatan itu karena posisi strategis Indonesia dalam forum OKI.

"Indonesia negara yang sangat penting di OKI, dengan penduduk mayoritas, dengan peran politik yang sangat strategis, harusnya Kiai Ma'ruf mengambil kesempatan kepemimpinan itu, sejauh ini belum," tuturnya.

Ia berharap Ma'ruf bisa lebih percaya diri mengambil peran yang lebih sentral dan strategis di kalangan dunia Islam, agar tidak hanya jago kandang.

"Dugaan saya, kalau Kiai Ma'ruf tidak mampu itu, memang kapasitasnya hanya jago kandang di lingkungan Indonesia saja. Belum bisa keluar. Padahal kesempatan dia itu mantan Ketua MUI, mantan Rais Aam NU, mestinya bisa bermain di level internasional," ujarnya.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan belum ada yang menonjol dari sosok Ma'ruf selama 100 hari kerjanya ini. Ujang khawatir peran minim Ma'ruf akan membuatnya disandingkan dengan sosok Wakil Presiden ke-11 Boediono yang juga tak menonjol saat mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono di periode kedua 2008-2014 lalu.

"Jangan sampai nanti publik mempersepsikan MA sama dengan Boediono," kata Ujang. 

Ujang menyatakan wakil presiden merupakan posisi strategis. Ia menyebut Ma'ruf harus membuktikan kinerjanya dengan baik. Menurutnya, jangan sampai Ma'ruf hanya menjadi ban serep Jokowi untuk lima tahun ke depan.

Ujang mengatakan Jokowi juga perlu berbagi tugas dengan Ma'ruf agar pekerjaan menjadi lebih ringan.

"Publish saja kebijakan-kebijakan atau kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh wapres. Dari situ rakyat bisa menilai," tuturnya.

"Sampai hari ini belum terlihat fungsi sebagai wapres itu. Belum terasa bagi masyarakat," ujarnya.

Ma'ruf sendiri telah mendapat tugas khusus dari Jokowi. Ia mengaku dapat beberapa tugas yang berkaitan dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan ekonomi.

"Secara khusus saya ditugasi beberapa tugas, salah satunya kemiskinan, stunting, mungkin juga nanti penanggulangan bencana, kemudian juga pemberdayaan ekonomi masyarakat karena berkaitan dengan kemiskinan, dan juga ada pendidikan," kata Ma'ruf beberapa waktu lalu.

Ma'ruf menyebut akan lebih fokus dalam penguatan ekonomi syariah. Ia juga bakal mendorong perkembangan di bidang industri halal. Menurutnya, selama ini industri halal kurang diperhatikan.

"Ke depan kita harus jadi produsen halal, artinya kita harus membangun produk-produk halal bukan hanya konsumen dalam negeri tapi juga ekspor," tuturnya.