Menu

Pemerintah Tambah Libur 4 Hari, Ternyata Ada yang Protes, Begini Alasannya

Siswandi 10 Mar 2020, 09:21
Liburan (ilustrasi). Foto: int
Liburan (ilustrasi). Foto: int

RIAU24.COM -  Pemerintah telah memutuskan menambah libur atau cuti bersama untuk pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai swasta pada tahun 2020. Dari 20 yang telah ditetapkan sebelumnya, sekarang bertambah menjadi 24 hari. Namun, ternyata tidak semua pihak menyambut gembira keputusan itu, ada juga yang protes. 

Terkait keputusan itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, langkah itu diambil untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi lebih baik saat hari libur lebih banyak.

"Kalau ini ambil 24 hari mengacu kepada 2018 dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 ternyata pertumbuhan ekonomi tahun 2018 itu lebih baik karena ternyata kalau dilihat liburnya lebih lama 1 hari. Tahun 2020 ini memang cuma 20 hari (liburnya) makanya kita jadikan 24 hari harapannya pertumbuhan ekonomi nasional kita semakin baik," lontarnya di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Senin (9/3/2020) kemarin.

Dilansir detik, Ida mengatakan, salah satu sektor yang diharapkan bisa meningkat dengan adanya tambahan libur ini adalah sektor ekonomi pariwisata. 

"Kemudian dampak ikutan dari pariwisata itu akan banyak sekali, teman-teman yang memiliki usaha kuliner di bidang industri kreatif lain akan memiliki dampak. Inikan kesempatan juga bagi teman-teman yang bergerak di ekonomi wisata atau kreatif ini kan sisi baik yang kita harapkan," tambahnya.

Ditambahkannya, keputusan penambahan libur itu juga tidak akan mengganggu produktivitas pengusaha.

"Saya kira karena pilihannya cuti bersama itu dengan konsep tidak mengganggu produktivitasnya, saya kira tadi teman-teman Kadin juga datang, teman-teman Apindo juga datang, mendiskusikan bersama bagaimana tetap ada kesempatan ini," kata Ida.

Ida menjelaskan, cuti bersama antara PNS dengan karyawan swasta memiliki perlakuan yang berbeda. Cuti bersama dinilainya bersifat fakultatif alias tidak wajib. Keputusan cuti bersama untuk karyawan swasta berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja.

Ganggu Rencana Bisnis 
Namun keputusan itu mendapat protes dari Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani. Menurutnya, dalam proses pengambilan keputusan tentang penambahan hari libur itu, pihkanya tak dilibatkan. 

Padahal, kebijakan itu dinilai dapat mengganggu rencana bisnis yang sudah dibangun oleh berbagai pelaku usaha di sektor lain selain sektor pariwisata.

"Sepengetahuan saya kami tidak diajak bicara. Kami memahami bahwa penambahan cuti bersama ini dilakukan dengan motif mendorong kegiatan ekonomi konsumtif dan menggerakkan pariwisata. Itu tujuan yang baik. Namun, perlu diperhatikan juga penambahan cuti ini sifatnya tiba-tiba sehingga mengganggu planning, kinerja dan target perusahaan di berbagai sektor lain selain pariwisata karena periode kerja normal menjadi lebih singkat," lontarnya.

Shinta berpendapat, keputusan itu bakal mengganggu produktivitas bisnis yang seharus berjalan normal.

Sebab bila sebuah perusahaan ingin tetap beroperasi pada saat cuti bersama itu, maka ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Aprindo Roy Mande, mengakui penambahan hari libur itu berpotensi meningkatkan konsumsi masyarakat. Namun dampaknya diperkirakan tidak terlalu signifikan. Kecuali pada beberapa momen tertentu seperti menjelang Lebaran Idul Fitri. Biasanya, omset bisa bertambah hingga 30 persen. 

"Bahwa memang dari sisi kami peritel, karena kami bukan produksi, bukan sisi hulu tapi dari hilir, kalau liburan itu akan memberikan dampak untuk orang berbelanja," lontarnya. 

Meski sedikit diuntungkan, akan tetapi tetap ada beban biaya yang harus dikeluarkan karena tambahan libur tersebut. Salah satunya terkait biaya lembur bagi tenaga kerja yang tetap berjaga selama libur.

Sedangkan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan penambahan libur tersebut belum tentu efektif untuk meningkatkan konsumsi daya beli masyarakat.

Apalagi di tengah merebaknya virus corona seperti sekarang ini, Bhima mengaku aneh jika libur berdampak signifikan terhadap ekonomi. Pasalnya, masyarakat dinilai lebih banyak menunda ke pusat perbelanjaan dan memilih untuk di rumah.

Sedangkan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah. Menurutnya, tambahan libur ini ada harapan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sektor pariwisata karena masyarakat memilih berlibur di dalam negeri akibat wabah corona. Meskipun minat masyarakat untuk berlibur terbatas. ***