Kembali Gugat Jokowi Karena Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Akankah Upaya KPCDI Kembali Membuahkan Hasil?
RIAU24.COM - Untuk keduanya kalinya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kembali menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Mahkamah Agung (MA) RI. Hal itu setelah kebijakannya yang menaikkan tarif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Untuk diketahui, KPCDI sebelumnya juga pernah menggugat Jokowi ke Mahkamah Agung(MA) RI, karena menaikkan iuran BPJS Kesehatan Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Hasilnya, MA pernah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut sehingga tarifnya dikembalikan kepada aturan semula.
Kira-kira,bagaimana nanti gugatan kedua KPCDI nanti? Apakah akan bisa membuahkan hasil seperti gugatan pertama dahulu?
Kuasa hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, dalam keterangan tertulisnya yang dilansir detik, Rabu 20 Mei 2020, mengungkapkan, ada beberapa hal yang dasar mengapa pihaknya kembali menggugat Jokowi.
"Setelah kami melakukan kontemplasi untuk menemukan pencerahan bagi kepentingan KPCDI pada khususnya dan Rakyat Indonesia pada umumnya akhirnya kami harus kembali mendaftarkan hak uji materiil Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke MA, Jakpus pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2020," terangnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan Jilid II ini tidak mempunyai empati di tengah kesulitan warga saat pandemi Corona. Menurutnya, kenaikan tersebut juga tidak sesuai dengan apa yang dimaknai dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS.
"Bahwa ketika ketidakadilan berubah menjadi suatu hukum yang dipositifkan maka bagi kami selaku warga negara yang melakukan perlawanan dimuka hukum tentu menjadi sesuatu hal yang diwajibkan, karena apa yang kita lakukan ini untuk mengontrol kebijakan menjadi suatu kebutuhan dan bukanlah karena suatu pilihan semata," ujar Rusdianto.
Selain itu, KPCDI akan menguji apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sudah sesuai dengan tingkat perekonomian masyarakat di tengah pandemi virus Corona.
"Saat ini kan terjadi gelombang PHK besar-besaran, tingkat pengangguran juga naik. Daya beli masyarakat juga turun. Harusnya pemerintah mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan," ungkapnya.
Selain itu, Rusdianto juga mengingatkan pemerintah yang harusnya mendengarkan pendapat MA tentang akar masalah di BPJS Kesehatan yang masih terabaikan, yaitu terkait denganmanajemen atau tata kelola BPJS Kesehatansecara keseluruhan.
"Padahal BPJS sudah berulang kali disuntikkan dana, tapi tetap defisit. Untuk itu, perbaiki dulu internal manajemen mereka, kualitas layanan, barulah kita berbicara angka iuran. Karena meski iuran naik tiap tahun, kami pastikan akan tetap defisit selama tidak memperbaiki tata kelola manajemen," tegasnya. ***