Menu

Kartu Prakerja Dihentikan, DPR: Dari Awal Ini Kan Pemborosan Anggaran

Riko 3 Jul 2020, 14:47
Foto (internet)
Foto (internet)

RIAU24.COM - Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari memutuskan untuk menghentikan program paket pelatihan Kartu Prakerja. Keputusan itu tertuang dalam surat Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja nomor S-148/Dir-Eks/06/2020/.

Surat per tanggal 30 Juni 2020 itu ditujukan kepada mitra proyek kartu Prakerja yaitu SekolahMu, Sisnaker, Skill Academi by Ruangguru, Bukalapak, MauBelajarApa, Pijar Mahir, Pintaria, dan Tokopedia. Sebelumnya kartu Prakerja juga menuia sorotan dari KPK hingga ditemukan beberapa potensi yang bisa menyebabkan kerugian negara.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai, penghentian paket pelatihan Prakerja ini sebagai bentuk lemahnya pemerintah dalam mengelola komunikasi publik.

“Setelah lama dikritik dan dianggap mengada-ada oleh banyak pihak, baru sekarang dihentikan. Ini bukti lemahnya komunikasi publik pemerintah dengan banyak pihak,” ujar Netty kepada mengutip dari Jawapos. Jumat 3 Juli 2020.

Berdasarkan evaluasi, ada beberapa hal yang menjadi catatan dari Manajemen Pelaksana (MP) di antaranya adalah mengenai tidak ada mekanisme yang dapat memastikan setiap peserta pelatihan menyelesaikan seluruh pelatihan.

“Setelah uang negara terpakai untuk hal yang kurang terukur output, out come dan benefitnya, program baru dihentikan. Dari awal ini kan pemborosan anggaran di tengah situasi krisis. Jadi, harus ada pertanggungjawabannya, karena bisa jadi ada pelanggaran hukum dan berpotensi merugikan negara,” katanya.

Kritik Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty akan lemahnya pengelolaan komunikasi publik pemerintah, juga ditujukan saat  Presiden Joko Widodo (Jokowi) gusar ketika mengevaluasi kementerian dan lembaga yang dianggap tidak memiliki sense of crisis.

Menurut Netty, lemahnya kemampuan memahami aspirasi rakyat serta lambatnya merespon masukan dari banyak pihak, membuat pemerintah melahirkan beberapa kebijakan yang tidak  peka terhadap kondisi rakyat.

“Kenaikan iuran BPJS yang dipaksakan di tengah situasi masyarakat yang sedang kesulitan ekonomi, pengguliran new normal tanpa ukuran dan panduan yang jelas, wacana pengenaan pajak pada transaksi online, dan heboh tentang kenaikan tarif listrik, adalah beberapa contoh buruknya pengelolaan komunikasi publik. Seharusnya pemerintah menenangkan masyarakat dengan kebijakan pro rakyat,” papar Netty.

Lebih lanjut Netty Aher meminta  pemerintah memperbaiki pola komunikasi ini. Termasuk berharap ada transparansi soal penghentian program pelatihan Prakerja, penghentian kenaikan iuran BPJS, dan memberikan penjelasan soal heboh naiknya tarif listrik serta pungutan pajak pada transaksi online tersebut demi kebaikan rakyat.