Menu

Ini Faktor yang Menyebabkan Naiknya Harga Sawit di Riau

M. Iqbal 25 Aug 2020, 15:52
Ilustrasi/net
Ilustrasi/net

RIAU24.COM - Kabid Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Riau, Defris Hatmaja mengatakan jika menyebutkan harga TBS kelapa sawit untuk periode 26 Agustus – 01 September 2020 mengalami kenaikan pada setiap kelompok umur kelapa sawit.

Dia menyebutkan, kenaikan terbesar terjadi pada kelompok umur 10 - 20 tahun sebesar Rp 10,01/Kg atau mencapai 0,50 % dari harga minggu lalu. Sehingga, kata Defris, harga pembelian TBS petani untuk periode satu minggu kedepan naik menjadi Rp 2,012,58/Kg.

Dia menyebutkan, ada beberapa hal yang menyebabkan naikan harga TBS. Dari segi faktor internal, naiknya harga TBS periode tersebut disebabkan karena terjadinya kenaikan harga jual CPO dan kernel dari seluruh perusahaan yang menjadi sumber data.

"Untuk harga jual CPO, PTPN V mengalami kenaikan harga sebesar Rp. 22,57/kg, Sinar Mas Group mengalami kenaikan harga sebesar Rp 79,00/Kg, PT. Astra Agro mengalami penurunan harga sebesar Rp. 70,00/kg, PT. Asian Agri Group mengalami kenaikan harga sebesar Rp 9,97/Kg dari harga minggu lalu," ujar Dafris.

Sedangkan untuk harga jual kernel, PT Asian Agri Group mengalami penurunan harga sebesar Rp 96,00/Kg, dan PT. Citra Riau Sarana mengalami kenaikan harga sebesar Rp 24.34/Kg dari harga minggu lalu.

Sementara dari faktor eksternal, kenaikan harga TBS minggu ini karena  output CPO Malaysia pada Juli 2020 turun 4 persen dari bulan sebelumnya menjadi sebesar 1,8 juta ton, meskipun negara itu memasuki puncak musim produksi.

"Persediaan minyak sawit Malaysia juga turun hampir 11 persen secara bulanan menjadi 1,69 juta ton pada akhir Juli 2020. Adapun, rilis data produksi dan ekspor itu mencuat bersamaan dengan prospek pemulihan permintaan di beberapa negara konsumen utama CPO, seperti China dan India, yang kembali meningkat," tuturnya lagi.

"India dikabarkan akan segera mengangkat kebijakan lockdownnya sehingga mencerahkan prospek permintaan yang selama ini tidak begitu baik. Sementara itu, di China yang terus memberikan sinyal pertumbuhan ekonominya semakin membaik juga diyakini siap memborong CPO untuk memenuhi kebutuhan yang tertunda selama lockdown pada kuartal I/2020," jelas Defris.

Belum lagi, kata dia lagi, indeks dolar AS yang mulai kembali menguat sehingga melemahkan ringgit dan membuat CPO menjadi lebih murah bagi investor dengan denominasi mata uang asing lain. Adapun indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama berada di level 93,138.

"Oleh karena itu, diprediksi harga CPO dapat menyentuh level 3.400 ringgit per ton hingga akhir tahun didukung banyaknya katalis positif yang tersebar di pasar. Harga CPO masih berada di jalur bullish yang juga akan dorong sentimen penyerapan dari Indonesia yang tinggi," tutup Defris.