Menu

WHO : Layanan Kesehatan Mental Terganggu di 93 Persen Negara Selama Pandemi COVID-19

Devi 8 Oct 2020, 16:18
WHO : Layanan Kesehatan Mental Terganggu di 93 Persen Negara Selama Pandemi COVID-19
WHO : Layanan Kesehatan Mental Terganggu di 93 Persen Negara Selama Pandemi COVID-19

RIAU24.COM -  Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat besar pada banyak aspek kehidupan masyarakat, tidak hanya secara sosial dan finansial, tetapi juga dalam hal kesehatan mental. Sayangnya, Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan pada 5 Oktober bahwa survei baru-baru ini menemukan bahwa pandemi telah mengganggu atau menghentikan layanan kesehatan mental kritis di 93 persen negara di seluruh dunia, pada saat permintaan akan layanan semacam itu meningkat.

Survei WHO terhadap 130 negara memberikan data global pertama yang menunjukkan dampak pandemi yang menghancurkan akses ke layanan kesehatan mental. Di Indonesia, baik pemerintah maupun organisasi yang peduli dengan kesehatan mental telah meningkatkan upaya untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan mental dengan, antara lain, meluncurkan hotline konsultasi online.

Dalam webinar memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada 10 Oktober mendatang, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan crisis center di RS Jiwa Cisarua dan Grha Atma Bandung sebagai tanggapan atas situasi darurat kesehatan jiwa.

Selain itu, Rumah Sakit Jiwa Cisarua juga telah meluncurkan layanan konsultasi kesehatan jiwa (KJOL) online untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa yang meningkat selama pandemi. “Layanan konsultasi online akan membantu proses skrining bagi pasien yang membutuhkan konsultasi tatap muka,” kata Ridwan.

Ia menambahkan, data Kementerian Kesehatan menunjukkan 6,8 persen dari 260 juta penduduk Indonesia pernah mengalami gangguan kecemasan saat pandemi. Di Rumah Sakit Provinsi Jawa Barat saja, 112 penderita gangguan kecemasan telah dirawat hingga September, menurut Ridwan. “Dampak psikologisnya sangat parah. Selain itu, jumlah korban jiwa yang disebabkan oleh COVID-19, semua ketidakpastian kapan semua ini akan berakhir, vaksin yang belum tersedia, masalah sosial, stigma, kehilangan pekerjaan, perubahan interaksi manusia dan banyak faktor lainnya. tidak bisa dianggap enteng, ”ujarnya seperti dikutip kompas.com.

Sebelumnya, dua institusi kesehatan Indonesia juga menyuarakan keprihatinan terhadap masalah kesehatan jiwa, karena banyak masyarakat yang berjuang menghadapi perubahan yang mereka hadapi saat pandemi COVID-19.

Sebanyak 14.619 orang mendapat perawatan dari anggota Ikatan Psikolog Klinik Indonesia (IPK Indonesia) sejak Maret hingga Agustus. Masalah paling umum yang dilaporkan terkait dengan kesulitan belajar, kecemasan, stres, gangguan mood dan depresi. Sementara itu, studi pemeriksaan diri yang dilakukan Persatuan Psikiater Indonesia (PDSKJI) sejak April hingga Agustus menemukan 57,6 persen partisipan teridentifikasi mengalami gejala depresi.

Sementara itu, 58,9 persen peserta pemeriksaan diri melaporkan memiliki pikiran untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, dengan 15,4 persen mengalaminya setiap hari. Kelompok tersebut mendesak masyarakat Indonesia untuk mengenali tanda atau kecenderungan pikiran untuk bunuh diri dan segera membantu individu yang terkena dampak mencari bantuan.

“Masyarakat perlu belajar dan memahami berbagai hal yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa dan cara mengatasinya,” kata kelompok tersebut seraya menambahkan bahwa mereka bersedia menyediakan pendamping masyarakat.

Kelompok tersebut meminta orang-orang untuk merawat dan lebih memperhatikan orang lain, menyadari bahwa kecenderungan bunuh diri dapat dicegah melalui perawatan intensif oleh psikiater dan psikolog klinis. “Pikiran, niat atau tindakan bunuh diri memiliki penyebab multidimensi dan biopsikososial; [Mereka] bukan karena iman seseorang yang lemah, "kata kelompok itu.

Setiap tahun, sekitar 800.000 orang di seluruh dunia melakukan bunuh diri, yang berarti seseorang melakukan bunuh diri setiap 40 detik, menurut data dari Asosiasi Internasional untuk Pencegahan Bunuh Diri (IASP) yang dikutip oleh kelompok tersebut. Pada bulan April, pemerintah meluncurkan layanan konsultasi psikologis untuk membantu orang-orang yang menghadapi masalah kesehatan mental selama wabah virus corona. Layanan yang dinamakan program Psychological Services for Mental Health (Sejiwa) itu bertujuan untuk memastikan kesehatan mental pasien COVID-19 dan masyarakat yang semakin cemas. Layanan konsultasi psikologis dapat diakses dengan menghubungi extension 8 di hotline COVID-19 Nasional 119. Penelepon akan terhubung dengan salah satu dari 162 relawan psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).