Menu

Pejabat Bali Menyuarakan Keprihatinan Atas Larangan Penjualan Alkohol

Devi 18 Nov 2020, 13:55
Pejabat Bali Menyuarakan Keprihatinan Atas Larangan Penjualan Alkohol
Pejabat Bali Menyuarakan Keprihatinan Atas Larangan Penjualan Alkohol

RIAU24.COM -  Dengan anggota parlemen konservatif di Indonesia minggu ini membuat dorongan lain untuk melarang alkohol dengan undang-undang kontroversial, beberapa pihak memperdebatkan potensi bahaya dari undang-undang tersebut, terutama di tujuan wisata populer seperti Bali.

Menurut AA Ngurah Adi Ardhana, yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Bali, kajian yang mendasari RUU itu "terlalu dangkal".

“Jika kita melihat RUU itu tidak melihat praktek di lapangan dan hanya mempertimbangkan keinginan segelintir orang saja, jadi sangat tidak adil bagi anggota masyarakat yang secara tradisional dan budaya menerima minuman beralkohol yang juga dijamin oleh UUD 1945, ”kata Ngurah.

zxc1


Dua puluh satu anggota parlemen dari partai Islam konservatif yang kukuh, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Pembangunan Nasional (PPP), serta satu dari Partai Gerindra, kembali menggagas argumen mereka di Badan Legislasi DPR (Baleg) untuk memiliki RUU tersebut. tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Larangan Minol) disahkan menjadi Undang-undang. RUU tersebut terhenti di parlemen sejak diprakarsai oleh kelompok yang sama pada 2015.

Pernyataan Ngurah tersebut mencatat pengakuan resmi Indonesia atas enam agama, lima di antaranya ⁠ — termasuk Hindu, agama mayoritas di provinsi Bali ⁠ — tidak secara eksplisit melarang konsumsi alkohol.

Banyak yang telah menyuarakan keprihatinan atas potensi pengesahan RUU semacam itu, yang akan berdampak buruk pada seluruh negeri dalam hal ekonomi, pariwisata, dan kesehatan masyarakat. Rancangan undang-undang tersebut mengatakan mereka yang kedapatan mengonsumsi minuman beralkohol dapat dipenjara antara tiga bulan dan dua tahun.

Nyoman Sugawa Korry, Wakil Ketua DPRD Bali, mengatakan RUU tersebut dapat berdampak negatif bagi dunia usaha dan meningkatkan pengangguran.

“Dengan Bali sebagai tujuan wisata, kebutuhan dan konsumsi minuman beralkohol bukanlah hal yang bisa dihindari. RUU tersebut tidak boleh merugikan daerah yang bergantung pada pariwisata, ”kata Sugawa.

Bukan rahasia lagi bahwa turis yang berkunjung ke Bali suka sekali minum, dan perlu dicatat bahwa baru awal tahun ini minuman tradisional Bali sendiri yang disebut arak dilegalkan. Gubernur Bali Wayan Koster memandang pengesahan arak sebagai langkah awal untuk menjadi kontributor besar bagi perekonomian daerah.

Meskipun masih ada jalan panjang untuk membahas RUU tersebut, seperti dicatat oleh Wakil Ketua Baleg Willy Aditya, itu ada dalam daftar RUU prioritas parlemen pada tahun 2020 dan mungkin membuat daftar yang sama tahun depan.