Pernah Disebut Sebagai Keajaiban Dunia, Air Terjun Terbesar di Afrika Ini Kering Kerontang, Ini Penyebabnya
RIAU24.COM - Air terjun Victoria yang mengalir di perbatasan Zimbabwe dan Zambia merupakan salah satu keajaiban alam di dunia. Mencakup 1,7 km pada titik terlebar dan dengan ketinggian lebih dari 100 meter, penduduk setempat menjuluki air terjun terbesar di Afrika ini sebagai "asap yang menggelegar".
Keajaiban alam yang luar biasa ini terbentuk saat sungai Zambezi terjun ke jurang yang disebut Ngarai Pertama. Jurang terbentuk oleh aliran air di sepanjang batuan volkanik dalam zona rekahan alami yang membentuk lanskap di wilayah Afrika bagian selatan ini.
Namun, pada 2019, keheningan menyelimuti air terjun Victoria. Air terjun terbesar di Afrika itu berhenti mengalir akibat kekeringan yang digambarkan sebagai yang terburuk abad ini.
Seiring dengan mengeringnya air terjun itu, para pebisnis lokal menyadari anjloknya kedatangan turis ke destinasi wisata itu. Sebagai salah satu atraksi untuk turis terbesar di kawasan itu, air terjun Victoria adalah sumber pendapatan yang penting bagi Zimbabwe dan Zambia.
Selain memukul ekonomi negara-negara itu, mengeringnya sungai dari air terjun berdampak pada pasokan listrik yang bergantung pada pembangkit listrik tenaga air.
Berbagai lembaga melaporkan peningkatan kebutuhan akan bantuan pangan, karena gagal panen pada musim kemarau secara lebih luas di seluruh wilayah.
Dilansir BBC Indonesia, Presiden Zambia, Edgar Lunggu, kala itu mengatakan bahwa mengeringnya air terjun jadi "pengingat yang mencolok tentang apa ang dilakukan oleh perubahan iklim pada lingkungan kita".
Pengamat pola cuaca di Cekungan Zambezi percaya bahwa perubahan iklim mengakibatkan penundaan musim hujan, membuat hujan turun lebih besar dan intens.
Hal ini membuat penyimpanan air di wilayah tersebut semakin sulit, dan dampak musim kemarau yang berkepanjangan semakin merugikan manusia dan lingkungan.
Laporan PBB tentang kondisi iklim di Afrika pada 2019 menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan bagi benua yang populasinya diprediksi meningkat dua kali lipat pada abad berikutnya.
Berbicara pada peluncuran laporan pada Oktober 2020, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Petteri Taalas mengamati: "Perubahan iklim memiliki dampak yang semakin besar di benua Afrika, berdampak besar pada kelompok rentang, dan berkontribusi pada kerawanan pangan, perpindahan populasi dan tekanan pada sumber daya air.
"Dalam beberapa bulan terakhir, kami telah melihat banjir yang menghancurkan, invasi belalang gurun dan sekarang menghadapi momok kekeringan yang membayangi karena peristiwa La Niña."
Laporan itu menambahkan bahwa tahun 2019 adalah salah satu dari tiga tahun dengan suhu terpanas di benua itu.***