Pakar Sebut Trauma Akibat Pelecehan Seksual Tinjauan Psikologis Sulit Sembuh
RIAU24.COM - Dalam sepekan ini publik ramai dengan berita tentang pelecehan seksual. Mulai dari pegawai Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diduga melakukan pelecehan seksual, hingga Saipul Jamil yang bebas dari penjara setelah menjalani hukuman atas kasus pelecehan seksual pada anak di bawah umur.
Dilansir dari Tempo, trauma korban pelecehan seksual ditinjau dari psikologis bisa terbawa seumur hidup. Hal itu disampaikan Ketua Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dicky Pelupessy.
Dicky menyebut sulit untuk benar-benar mengetahui kapan trauma akibat pelecehan seksual bisa sembuh sempurna. "Kita tidak pernah tahu kapan luka itu akan sembuh. Trauma itu pada dasarnya kata lain dari luka. Jadi luka yang tertutup, kita tidak pernah tahu kapan tertutupnya,” ujar Dicky Pelupessy.
Dicky Pelupessy menyebut trauma yang timbul akibat dilecehkan secara seksual tidak bisa bisa hilang tergantung dari seberapa besar trauma yang dirasakan. Sulitnya mengetahui apakah korban telah memaafkan pelaku, melupakan kejadian, atau mengikhlaskan kejadian tersebut juga menjadi hal kedua yang membuat korban kesulitan pulih dari trauma. Lebih lanjut, dia menjelaskan luka psikologis yang berdampak pada korban memiliki waktu pemulihan tak kenal waktu, seberapa lama trauma tersebut akan terus ada.
"Munculnya luka itu, konsepnya kita tidak akan pernah bisa pastikan. Kalau kita jatuh, langsung terlihat lukanya. Namun trauma terhadap jatuh, itu munculnya mungkin tidak sekarang. Munculnya bisa pekan depan, bulan depan, atau tahun depan, tergantung seberapa traumatis peristiwa itu,” sebut Dicky.
Dicky juga sampaikan pelecehan seksual tak hanya bisa merenggut rasa percaya diri korban tetapi juga rasa aman. Bahkan kepercayaan terhadap orang lain, harapan korban pada masa depan, serta rasa diri yang berharga.
Maka itu, Dicky sarankan ke orang lain yang tak merasakan, untuk tidak menganggap sepele seberapa lama kejadian tersebut sudah menimpa seseorang. Sebaliknya, Dicky meminta orang tua atau orang-orang terdekat korban mempertimbangkan kondisi psikologis korban.
“Kondisi korban harus dipertimbangkan. Kita tidak tahu korban sudah pulih dari kesakitan atau belum dan kalau berbicara soal pemulihan korban, salah satunya apakah kemudian pelaku sudah termaafkan atau belum,” sebut Dicky.
Dicky menyarankan orang tua dari anak yang menjadi korban pelecehan seksual untuk terus memberikan pendampingan dan menjalankan tugas sebagaimana wajarnya. Dia menyarankan orang tua tidak menyalahkan anak karena akan membuatnya semakin terluka.
“Yang dapat pendampingan saja itu tidak mudah untuk bisa pulih, apalagi kalau kita temukan dia yang tidak memiliki kemungkinan (untuk didampingi),” katanya.
Untuk orang tua dari anak yang bukan merupakan korban pelecehan seksual, Dicky menyarankan untuk memberikan edukasi seputar pertahanan diri yang dapat digunakan anak untuk melindungi diri dari bahaya.