Menu

Kisah Pemberontakan Petani 1888: Gegara Belanda Ngatur-ngatur Soal Suara Toa Masjid

Azhar 4 Mar 2022, 11:12
Para pemberontak yang terdiri dari petani, kiai, haji, dan guru ngaji ditangkap Belanda. Sumber: Penasantri
Para pemberontak yang terdiri dari petani, kiai, haji, dan guru ngaji ditangkap Belanda. Sumber: Penasantri

RIAU24.COM -  Pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala seperti pembacaan shalawat, tahrim, dan azan dengan suara keras di Cilegon berakhir ricuh.

Kisah ini diberi nama Geger Cilegon atau menurut versi sejarawan DR Sartoko Kardodirjo disebut Pemberontakan Petani Banten pada tahun 1888 dikutip dari republika.co.id dan buku berjudul Perbendaharaan Lama diterbitkan Pustaka Panjimas tahun 1982, karya Buya Hamka.

Semua bermula ketika Cilegon saat itu kedatangan satu pegawai tinggi pemerintah Belanda yang amat terkenal. Dia disebut bermukim di rumah resident Goebels di Jombang Tengah.

Tepat di belakang rumahnya ada sebuah langgar bermenara. Setiap waktu Maghrib orang selalu membaca shalawat atau tahrim atau azan dengan suara keras, sehingga selalu mengganggu tidurnya.

Karena sudah tak tahan lagi, dia memerintahkan patih (setingkat gubernur) untuk membuat surat edaran tentang pelarangan salawat, tahrim, dan azan untuk tidak dilakukan keras-keras.

Menurut penyelidikan Tuan Patih, menara langgar di belakang rumah tuan asisten residen itu telah tua, lebih baik diruntuhkan saja. Lalu diperintahkan opas-opas untuk meruntuhannya.

Halaman: 12Lihat Semua