Angklung Jadi Tema Google Doodle Hari Ini, Sudah Ada Sejak Abad ke-7 Berikut Sejarahnya
RIAU24.COM - Hari ini, Google menampilkan angklung sebagai Google Doodle pada 16 November 2022 Ternyata, Google Doodle kali ini dalam rangka memperingati hari angklung.
Sebagaimana diketahui pada 2010, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) secara resmi menyatakan angklung menjadi warisan budaya dunia.
Tepatnya 18 November 2010, bertempat di Nairobi Kenya, angklung disahkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia.
“Doodle animasi hari ini merayakan Angklung, alat musik Indonesia yang terbuat dari bambu,” tulis Google.
Angklung memiliki sejarah panjang dan sudah ada sejak dulu hingga sekarang dan masih dimainkan oleh masyarakat lokal.
Dikutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, angklung adalah alat musik tradisional Indonesia dari Tanah Sunda yang terbuat dari bambu dan dibunyikan dengan cara digoyangkan.
Kata "angklung" berasal dari Bahasa Sunda “angkleung-angkleungan”, yaitu gerakan pemain angklung dan suara “klung” yang dihasilkannya.
Secara etimologis, Angklung berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah, sehingga merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap.
Angklung diketahui sudah ada semenjak zaman Kerajaan Sunda, bahkan telah dimainkan sejak abad ke-7.
Alat musik ini dipercaya berasal dari 400 tahun yang lalu di Jawa Barat, di mana penduduk desa percaya bahwa suara bambu bisa menarik perhatian Dewi Sri yang merupakan Dewi Padi dan Kemakmuran.
Dilansir dari buku "Panduan Bermain Angklung (2010)" karya Obby A.R Wiramihardha, sejarah angklung awalnya merupakan salah satu alat bunyi-bunyian yang digunakan untuk upacara-upacara yang berhubungan dengan padi.
Dahulu angklung tak dipakai sebagai kesenian murni, tetapi juga sebagai kesenian yang berfungsi untuk upacara ritual keagamaan sebagai pengganti genta (bel) yang dipakai oleh seorang pedanda (pendeta Hindu) dalam acara keagamaan.
Sementara itu, pada masa Kerajaan Pajajaran (Hindu) angklung dijadikan sebagai alat musik korps tentara kerajaan dan saat terjadinya perang Bubat angklung dibunyikan oleh tentara kerajaan sebagai pembangkit semangat juang.
Masyarakat dari suku baduy di Desa Kanekes memainkan angklung tradisional dalam beberapa upacara tradisional mereka.
Di perbatasan Cirebon dan Indramayu, tepatnya di Desa Bungko, ada jenis lain dari angklung yang diberi nama angklung bungko yang diyakini telah berusia 600 tahun dan masih terawat dan dipelihara meskipun tidak lagi digunakan.
Di Desa Cipining, Bogor terdapat angklung gubrag yang dikaitkan dengan cerita Dewi Sri, menurut cerita rakyat setempat berawal dari bencana gagal panen yang menyebabkan kelaparan.
Hingga kini, angklung dimainkan oleh masyarakat luas dan menjadi warisan budaya Indonesia yang terus dilestarikan.
Ragam rupa angklung:
1. Angklung Pentatonis (Angklung Tradisional) Angklung ini terdiri dari beberapa jenis yakni:
2. Angklung Modern atau Diatonis (Angklung Daeng)
Angklung ini ukurannya menyesuaikan usia pemain yang akan memainkan lagu dalam penampilan angklung.
(***)