Menu

Bukan Hanya di Bumi, Ternyata Manusia Juga Nyampah di Luar Angkasa

Devi 10 Jan 2023, 20:38
Foto : Internet
Foto : Internet

RIAU24.COM - MASALAH sampah memang menjadi salah satu tantangan di Indonesia. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut persoalan sampah masih belum juga beres sejak ia memimpin kota Solo, Jawa Tengah.

Tapi, ternyata bukan hanya di Indonesia saja masalah sampah tersebut harus menjadi perhatian. Bahkan, di luar angkasa pun masalah sampah sudah mulai menjadi perhatian. Pasalnya, masalah sampah di ruang angkasa semakin tak bisa dikendalikan. Dengan aktivitas manusia di luar angkasa yang semakin tinggi sejak satelit pertama kali diluncurkan pada tahun 1957, kini banyak ilmuwan yang mulai kebingungan.

Hingga tahun 2022, jumlah sampah ruang angkasa yang mengorbit Bumi melebihi 9.000 metrik ton. Ini terdiri dari pesawat ruang angkasa yang tidak berfungsi, bagian pesawat luar angkasa yang ditinggalkan, hingga puing-puing fragmentasi.

Selain itu, uji anti-satelit China yang dilakukan pada tahun 2007, yang menggunakan rudal untuk menghancurkan satelit cuaca lama, menambahkan lebih dari 3.500 keping puing ke luar angkasa saja. Belum lagi puing yang diakibatkan oleh tabrakan antar satelit.

Sampah Luar Angkasa

Misalnya satelit aktif AS, Iridium 33, dan satelit militer Rusia yang tidak berfungsi, Kosmos 2251, yang bertbrakan pad atahun 2009 lalu. Puing dari dua satelit besar itu mewakili sepertiga dari semua puing luar angkasa yang diketahui. Sekarang, lebih dari 25.000 objek yang lebih besar dari 10 cm diketahui ada di luar angkasa, di mana lebih dari 100 juta partikel lebih besar dari 1 mm, seperti dilansir dari Metro.

Sebagian besar puing orbit berada dalam jarak 2.000 km dari permukaan Bumi dengan konsentrasi puing terbesar ditemukan di sekitar 750-1000 km. Di atas 1.000 km, puing-puing orbit biasanya akan terus beredar di Bumi selama seribu tahun atau lebih.

Artinya, bumi dikelilingi oleh cangkang puing, mengorbit dengan kecepatan sekitar tujuh hingga delapan km/detik. Hal ini pun membuat para ilmuwan kebingungang bagaimana mengatasi masalah sampah luar angkasa ini.

Ini bisa menimbulkan risiko bagi manusia di Bumi karena puing-puing yang tertinggal di orbit di bawah 600 km biasanya jatuh kembali ke Bumi dalam beberapa tahun. Dalam 50 tahun terakhir, rata-rata satu keping puing jatuh kembali ke Bumi setiap hari.

Meningkatnya populasi puing-puing luar angkasa juga meningkatkan potensi bahaya bagi semua kendaraan luar angkasa, termasuk ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dan pesawat luar angkasa lainnya dengan manusia di dalamnya, seperti Crew Dragon SpaceX.

"Kita perlu membersihkan dengan menemukan mekanisme yang tepat ketika kita meluncurkan objek ke luar angkasa, ada lebih sedikit puing dan jika kita bisa, bagaimana kita bisa membangun pesawat ruang angkasa yang lebih baik yang membersihkan diri mereka sendiri," kata Sarah Al Amiri, ketua UEA Space Agensu.

Namun, dia menambahkan bahwa meminta pembuat untuk menambahkan teknologi baru ke pesawat ruang angkasa menambah batasan biaya dan kemampuan yang membatasi orang untuk mengakses ruang angkasa. "Tapi saya yakin dengan inovasi sejati, Anda dapat menemukan teknologi baru yang saya tidak percaya ada saat ini di mana pesawat ruang angkasa pada akhirnya dapat mengurus dirinya sendiri," lanjutnya.

NASA telah mengeluarkan persyaratan yang mengatur desain dan pengoperasian pesawat ruang angkasa untuk mengekang pertumbuhan puing-puing orbit. Rusia, Cina, Jepang, Prancis, dan Badan Antariksa Eropa semuanya telah mengeluarkan pedoman mitigasi puing orbit. "Saya pikir kita harus memastikan bahwa ruang bersih, sehingga kita dapat mencapai ekosistem yang kita inginkan di ruang angkasa,' kata Erika Wagner dari Blue Origin.

“Jadi kita membutuhkan kerangka peraturan yang mendukung itu, teknologi yang memungkinkan kita mencapainya dan pendorong ekonomi yang benar-benar menyatukannya,” katanya.

 

***