Menu

Dugaan Pelanggaran Kode Etik, MAKI Adukan Pimpinan KPK Alexander Marwata ke Dewas

Rizka 2 Aug 2023, 15:32
Alexander Marwata
Alexander Marwata

RIAU24.COM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewan Pengawas (Dewas) pada hari ini (2/8). Pelaporan ini merupakan buntut polemik penetapan status tersangka terhadap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi.

Alexander Marwata dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku dalam penanganan operasi tangkap tangan (OTT) di Basarnas.

"MAKI melaporkan Pak Alexander Marwata ke Dewan Pengawas KPK dengan dasar bahwa Pak Alexander Marwata telah melakukan tindakan di luar prosedur terkait dengan penetapan tersangka Marsdya HA (Henri Alfiandi, Kepala Basarnas periode 2021-2023)," ujar kuasa hukum MAKI Kurniawan Adi Nugroho dilansir dari news.detik.com, Rabu (2/8).

"Walaupun dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Puspom TNI, tetapi apapun tindakan yang dilakukan oleh Pak Alexander Marwata kami anggap telah melanggar kode etik yang berlaku di KPK," lanjutnya.

Kurniawan mengatakan Alexander diduga telah melakukan pelanggaran etik. Kurniawan menyebut Alexander melanggar larangan mengeluarkan pernyataan kepada publik yang dapat mempengaruhi, menghambat atau mengganggu proses penanganan perkara oleh KPK.

"Alexander Marwata selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dengan dugaan telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku insan KPK yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, khususnya bekerja sesuai prosedur operasional standar (Standard Operating Procedure/SOP). Dilarang mengeluarkan pernyataan kepada publik yang dapat memengaruhi, menghambat atau mengganggu proses penanganan perkara," katanya.

Kurniawan menilai seharusnya pimpinan KPK berkoordinasi dengan Puspom TNI sebelum penetapan tersangka Henri dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Seharusnya, kata Kurniawan, pimpinan KPK membentuk tim penyidik koneksitas.

"Bahwa pimpinan KPK ikut tanggung renteng, kolektif kolegial, atas dugaan pelanggaran kode etik Alex Marwata dalam melakukan penetapan tersangka Henri Alfiandi secara tidak sah. Pimpinan KPK seharusnya dan semestinya diduga telah memberikan persetujuan atas materi jumpa pers yang isinya mengumumkan penetapan tersangka Heri Alfiandi," ujarnya.

Dalam OTT kasus dugaan suap proyek di Basarnas, ada lima orang yang diumumkan sebagai tersangka oleh KPK. Kelima tersangka itu terdiri atas tiga pihak swasta selaku pemberi suap dan dua prajurit TNI, yakni Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto selaku penerima suap.

Pengumuman tersangka kepada dua anggota TNI itu direspons pihak Puspom TNI. Mereka keberatan atas langkah yang dilakukan KPK.

Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko mengatakan penetapan tersangka KPK dalam hal ini keliru. Sebab, lanjut dia, penetapan tersangka hanya bisa dilakukan oleh Puspom TNI karena statusnya masih perwira aktif.

Polemik OTT di Basarnas kemudian mencuat. Rombongan TNI dipimpin Marsda Agung lalu menyambangi gedung KPK pada Jumat (28/7) sore untuk menanyakan bukti hingga penetapan Kabasarnas sebagai tersangka.

Setelah melakukan audiensi, KPK diwakili Wakil Ketua KPK Johanis Tanak didampingi petinggi TNI memberikan keterangan mengenai hasil audiensi. Johanis Tanak lalu menyampaikan permohonan maaf kepada TNI terkait penanganan kasus korupsi di Basarnas.

"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasanya mana kala ada melibatkan TNI, harus diserahkan kepada TNI, bukan kita, bukan KPK yang tangani," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.