Muzani Buka Suara soal DPD yang Mau MPR Pilih dan Lantik Presiden
RIAU24.COM - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani merespons usulan proposal kenegaraan Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti yang salah satu poinnya ingin kembali menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan berhak memilih serta melantik presiden. Muzani menilai demokrasi Indonesia saat ini tak perlu kembali ditarik ke belakang.
"Itu sesuatu yang sudah maju, demokrasi kita sudah maju, yakni presiden dipilih langsung oleh rakyat," kata Muzani kepada wartawan saat ditemui di GBK, Senayan, Jakarta, Minggu (13/8/2023).
Muzani mengatakan demokrasi yang sudah maju tak perlu ditarik mundur. Saat ini, kata Muzani, MPR hanyalah berperan sebagai lembaga negara untuk melantik presiden.
"Dulu kalimatnya adalah kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, kedaulatan ada di tangan rakyat, tapi dilaksanakan MPR. Itu sebabnya, MPR memilih presiden, MPR membuat program presiden namanya GBHN, MPR juga memberhentikan presiden dan wakil presiden. Itu sebabnya lembaga ini (MPR) lembaga tertinggi negara. Sekarang, MPR adalah lembaga negara saja, hanya melantik presiden," tegasnya.
"Demokrasi yang sudah maju tidak perlu lagi ditarik ke belakang," sambung dia.
LaNyalla Mattalitti sebelumnya mengusulkan proposal kenegaraan, salah satu poinnya menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara lagi dan berhak memilih serta melantik presiden.
DPD menyebut poin-poin yang mereka usulkan hanya bisa dilakukan lewat amandemen UUD 1945.
Berdasarkan keterangan yang diterima, Jumat (11/8/2023), hal ini disampaikan LaNyalla dalam fokus grup diskusi membedah proposal kenegaraan DPD RI 'Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa' yang digelar di Yogyakarta. Ada lima poin dalam proposal tersebut.
LaNyalla mulanya mengutip kembali keputusan Sidang Paripurna DPD RI pada 14 Juli 2023.
Merujuk keputusan tersebut, DPD RI menawarkan proposal kenegaraan dengan konsep dan naskah akademik penyempurnaan dan penguatan sistem.
Proposal pertama yakni mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang memilih dan melantik presiden.
"MPR yang diisi oleh mereka yang Dipilih melalui Pemilu dan Diutus oleh kelompok dengan pola bottom up. MPR yang Menyusun Haluan Negara sebagai panduan bagi kerja Presiden. MPR yang memilih dan melantik Presiden. MPR yang menetapkan TAP MPR sebagai produk hukum. Serta MPR yang mengevaluasi kinerja Presiden di akhir masa jabatan," demikian keterangan tersebut.
Proposal kedua yakni membuka peluang adanya anggota DPR dari unsur perseorangan atau nonpartisan.
Hal ini disebutkan sebagai upaya untuk memastikan pembentukan undang-undang oleh DPR dan presiden tidak didominasi kelompok perwakilan partai politik saja.
Proposal ketiga yakni mengatur pengisian Utusan Daerah dan juga Utusan Golongan. Proposal keempat yakni memberikan ruang kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan review serta pendapat terhadap materi rancangan undang-undang yang dibentuk DPR dan presiden demi partisipasi publik yang utuh.
Proposal kelima yakni menempatkan secara tepat tugas, peran, dan fungsi lembaga negara era reformasi seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dengan tolok ukur penguatan sistem demokrasi Pancasila.
"Kelima penyempurnaan dan penguatan tersebut harus dilakukan dengan teknik Addendum Amandemen. Sehingga kita tidak mengubah konstruksi sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa, tetapi menyempurnakan dan memperkuat," demikian keterangan DPD RI.
(***)