Menu

Pakar Sebut Potensi Konflik yang Terjadi Jika Pilpres Hanya Dilakukan Satu Putaran di RI 

Zuratul 28 Oct 2023, 17:56
Pakar Sebut Potensi Konflik yang Terjadi Jika Pilpres Hanya Dilakukan Satu Putaran di RI. (CNBCIndonesia.com/Foto)
Pakar Sebut Potensi Konflik yang Terjadi Jika Pilpres Hanya Dilakukan Satu Putaran di RI. (CNBCIndonesia.com/Foto)

RIAU24.COM -Dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM Riza Noer Arfani menilai potensi seperti apa yang bakal terjadi di pemilu 2024 mendatang. 

Ia meengatakan potensi munculnya konflik vertikal akan lebih besar apabila Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti selesai hanya dalam satu putaran.

"Saya memprediksi dua putaran, karena kalau satu putaran itu potensi konfliknya bisa lebih besar, yang vertikal. Karena rakyat akan melihat ini rekayasa betul. Engineering, sesuatu yang direkayasa," kata Riza di UGM, Sleman, Jumat (27/10).

Sementara jika berlangsung dua putaran, maka masyarakat cenderung melihat Pilpres sebagai suatu persaingan yang benar-benar fair dan potensi konflik pun teredam.

Ada tidaknya potensi konflik pada Pilpres putaran kedua nanti. 

Riza menyebutkan hal ini bergantung dengan sikap dari koalisi pendukung pasangan capres-cawapres yang gugur di putaran pertama.

"Kita akan lihat pola konsolidasi demokrasi selepasnya [pada putaran kedua]. Koalisinya berdasar apa, ini bergantung siapa yang kalah. Kalau yang kalah misalnya Ganjar-Mahfud, kita lihat PDIP, kan, kunci di sini. Dia akan mengarah mana, bandulnya ke arah mana. Kalau mengarah ke yang [Koalisi] Perubahan, kemungkinan konflik vertikal relatif bisa dihindari," paparnya.

Jika berlangsung selama dua putaran, lanjut Riza, masyarakat pemilih akan fokus pada adu gagasan antarpasangan capres-cawapres. 

Dengan demikian, potensi konflik pun semakin menurun.

"Yang kita tunggu-tunggu bersama apakah kita akan switch ke consolidated democracy. Kalau itu yang terjadi, wah, kita bisa bangga bersama. Saya cukup yakin itu yang akan terjadi, tidak akan ada fenomena polarisasi seperti [pemilu] 2014, 2019," ujarnya.

"Kemungkinan polarisasi yang ekstrem hampir tidak ada. Apalagi pada pemilu legislatif, relatif tidak menghasilkan konflik di level grassroot," imbuh dia.

Riza melanjutkan, potensi konflik yang lebih kecil juga mencakup ranah media digital. 

Euforia masyarakat terhadap digitalisasi sekarang sudah cukup stabil dibandingkan dengan dua gelaran pemilu sebelumnya.

Seiring dengan makin meningkatnya literasi terhadap teknologi dan media digital, kata Riza, masyarakat sudah lebih mampu menyaring informasi dari dunia maya.

(***)