Dianggap Ancaman Bagi Negara soal Wacana Kementerian Gemuk Prabowo
RIAU24.COM -Wacana penambahan jumlah kementerian pada masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai sarat kepentingan politis dan hanya akan membebani keuangan negara.
Beberapa waktu terakhir, Prabowo selaku presiden terpilih disebut-sebut bakal menambah jumlah kementerian dari yang semula hanya 34 menjadi 40 kementerian.
Kabar tersebut tidak dibantah oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman.
Ia menilai penambahan kementerian merupakan hal yang wajar lantaran Indonesia sebagai negara yang besar butuh bantuan dari banyak pihak.
"Wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang berkumpul dalam pemerintahan sehingga jadi besar," jelasnya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (6/5).
Sementara itu, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming mengatakan saat ini masih merumuskan komposisi dan jumlah kabinet yang akan datang dengan pelbagai pihak.
Ia pun tidak membantah ihwal potensi bertambahnya jumlah kementerian pada pemerintahan mendatang.
Gibran menyebut salah satu kementerian yang sedang digagas yakni kementerian khusus untuk mengurus program makan siang gratis.
"Masih dibahas, masih digodok dulu. Tunggu saja ya. Kemarin sempat dibahas itu (kementerian khusus makan siang gratis)," ujarnya.
"Karena melibatkan anggaran yang besar, distribusinya juga tidak mudah, logistiknya juga tidak mudah, monitoringnya juga tidak mudah. Ini makanya harus menjadi atensi khusus," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai wacana penambahan kursi menteri yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran sangat bernuansa politis.
Lewat penambahan kursi menteri itu, Prabowo-Gibran dinilai sedang mencoba menyiapkan 'imbalan' terhadap pihak-pihak yang akan mendukung jalannya pemerintahan mereka, termasuk kepada partai politik yang sebelumnya sempat menjadi lawan bertarung pada Pilpres 2024.
Selain itu, Arifki memandang penambahan kementerian juga dilakukan untuk mengakomodasi orang-orang kepercayaan Presiden Joko Widodo.
"Dari segi politik, ini terkesan sebagai pesan bahwa tidak akan mengurangi jatah dari anggota Koalisi Indonesia Maju," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/5).
"Jumlah kementerian dari 34 kursi menjadi 40 kursi ini secara tidak langsung juga turut mengakomodir orang-orang Jokowi di pemerintahan Prabowo-Gibran," tuturnya.
Ia mengatakan tidak menutup kemungkinan penambahan kursi merupakan cara Prabowo-Gibran untuk memfasilitasi keinginan yang muncul di publik, seperti isu pembentukan Kementerian Perpajakan yang sempat menjadi perbincangan di media sosial.
Di sisi lain, Pengamat Politik dari Universitas Andalas Asrinaldi mengatakan kebutuhan akan penambahan kementerian memang bergantung kepada visi-misi dari Presiden terpilih.
Hanya saja, Asrinaldi menilai tetap diperlukan evaluasi secara komprehensif terlebih dahulu oleh Prabowo-Gibran terhadap kementerian yang sudah ada.
Apakah kursi-kursi yang sudah bisa bekerja secara efektif untuk menjalankan program-program mereka atau tidak.
"Apakah ada kementerian yang harus dipisahkan, tergantung kepada presiden terpilih itu sendiri. Tapi dengan adanya 34 kementerian, rasanya sudah mengakomodir semua kepentingan dan urusan negara," tuturnya.
Asrinaldi khawatir apabila penambahan kementerian dilakukan tanpa ada urgensi yang jelas dan semata-mata untuk akomodasi politik hanya akan membuat jalannya pemerintahan menjadi tidak efektif dan efisien.
Belum lagi, kata dia, potensi terjadinya tumpang tindih tugas dan kewenangan antarkementerian.
Pasalnya ia mengatakan hal tersebut juga telah menjadi persoalan tersendiri pada era pemerintahan Presiden Jokowi.
(***)