Menu

DPR Sentil Pernyataan Kemendikbud soal Kuliah Bersifat Tersier: Tebalkan Persepsi Orang Miskin Dilarang Kuliah!

Rizka 19 May 2024, 11:04
Syaiful Huda
Syaiful Huda

RIAU24.COM Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda prihatin atas pernyataan Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjani yang mengatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier dalam rangka menanggapi polemik tingginya UKT.

Menurut Huda, pernyataan itu semakin mempertegas persepsi bahwa pendidikan tinggi bersifat elitis dan hanya untuk kalangan tertentu. 

“Bagi kami pernyataan itu kian menebalkan persepsi jika orang miskin dilarang kuliah. Bahwa kampus itu elit dan hanya untuk mereka yang punya duit untuk bayar Uang Kuliah Tunggal," kata Huda, Minggu (19/5).

Huda membenarkan bahwa pendidikan tinggi itu bersifat tersier, namun tidak tepat jika diucapkan oleh pejabat publik yang mengurusi pendidikan tinggi.

Terlebih lagi disampaikan dalam forum resmi temu media untuk menanggapi protes kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri. 

“Kalau protes kenaikan UKT direspons begini ya tentu sangat menyedihkan," ujarnya. 

Huda menilai pernyataan pendidikan tinggi bersifat tersier oleh pejabat tinggi Kemendikbud Ristek bisa dimaknai jika pemerintah lepas tangan terhadap nasib masyarakat yang tidak punya biaya tapi ingin kuliah. 

Padahal di sisi lain pemerintah gembar-gembor ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan Ingin memanfaatkan bonus demografi agar tidak menjadi bencana demografi.

"Tapi saat ada keluhan biaya kuliah yang tinggi dari mahasiswa dan masyarakat seolah ingin lepas tangan," ungkapnya. 

Politikus PKB ini menambahkan, kesempatan mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia saat ini memang relatif rendah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia masih 31,45 persen, lebih rendah dari Malaysia 43 persen, Thailand 49 persen, dan Singapura 91 persen. 

“Salah satu kendala faktor pemicu rendahnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia adalah karena persoalan biaya,” lanjutnya. 

Padahal, kata Huda, anggaran pendidikan di Indonesia setiap tahun relatif cukup besar dengan adanya mandatory spending 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 

“Nah ini ada apa kok sampai ada kenaikan UKT besar-besaran dari perguruan tinggi negeri yang dikeluhkan banyak mahasiswa. Apakah memang ada salah kelola dalam pengelolaan anggaran pendidikan kami atau ada faktor lain," pungkas Syaiful Huda.