Menu

Respons Anies Baswedan soal Sopir JakLingko Demo di Balai Kota DKI Jakarta 

Zuratul 31 Jul 2024, 12:13
Respons Anies Baswedan soal Sopir JakLingko Demo di Balai Kota DKI Jakarta. (X/Foto)
Respons Anies Baswedan soal Sopir JakLingko Demo di Balai Kota DKI Jakarta. (X/Foto)

RIAU24.COM - Sejumlah sopir angkot JakLingko melakukan demonstrasi di depan Balai Kota DKI Jakarta hari ini. 

Menanggapi hal ini mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan dulu tak pernah ada keluhan dari para sopir JakLingko.

Anies awalnya mengaku tak tahu detail apa yang dikeluhkan para sopir JakLingko saat ini. 

Dia mengatakan dulu sistem untuk JakLingko dibangun dengan melibatkan pemilik usaha dan tenaga kerjanya.

"Saya tidak mau menanggapi ini ya, perkaranya ya, karena saya tidak tahu persis duduk perkaranya. Tapi, ketika kita menyusun sebuah sistem yang melibatkan kegiatan usaha dan melibatkan tenaga kerja, maka harus sistem itu adil. Sehingga usaha yang terlibat itu mendapatkan porsi yang baik," ujar Anies di Graha Alawiyah, Jalan Jatiwaringin, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (30/7/2024).

"Yang kedua, ada penganggaran yang baik pula supaya semua orang yang terlibat di situ bisa mendapatkan haknya. Seperti misalnya gaji, itu adalah bagian dari perencanaan, bagian dari penyusunan sistem. Jadi prinsip itu yang harus dipegang dan kalau itu ada, insyaallah bisa berjalan lancar," kata dia.

"Kami dulu melakukan seperti itu dan alhamdulillah tidak pernah ada keluhan-keluhan. Kalau yang sekarang saya tidak tahu duduk perkaranya, jadi saya ndak bisa komentar lebih jauh," pungkasnya.

Diketahui, sopir hingga operator JakLingko menggelar demo di depan Balai Kota DKI Jakarta

Mereka menuntut adanya transparansi dalam pembagian kuota armada untuk koperasi mitra operator program JakLingko.

"Khususnya operator Mikrolet, selalu saja dipersulit oleh TransJakarta, dicari-cari kesalahannya dan pembagian kuota yang kecil, namun harus dibagi ramai-ramai. Padahal anggota kami yang mengoperasikan angkutan reguler juga sebetulnya mau bergabung ke dalam program JakLingko, namun tak kunjung bisa karena kuotanya sangat-sangat terbatas," kata Fahrul Fatah selaku koordinator lapangan aksi dalam tuntutannya, Selasa (30/7).

Fahrul mengatakan ada delapan koperasi mitra operator program JakLingko yang tergabung dalam Forum Komunikasi Lintas Biru (FKLB) antara lain Koperasi Komilet Jaya, Purimas Jaya, Kopamilet Jaya, Komika Jaya, Kolamas Jaya, Kodjang Jaya, PT Lestari Surya Gemapersada, dan PT Kencana Sakti Transport.

Dia meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Santoso hadir untuk memberikan solusi terhadap persoalan ini.

"Kami menuntut keadilan atas itu semua dan meminta PJ Gubernur DKI Jakarta untuk bisa memberikan solusi yang adil bagi semua," ungkap Fahrul.

Fahrul Fatah mengatakan aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas dugaan diskriminasi yang dilakukan terhadap beberapa operator mitra program JakLingko.

Menurutnya, pihak TransJakarta menganakemaskan operator tertentu.

"Direksi TransJakarta menganakemaskan satu operator tertentu, di mana ketua dari operator tersebut adalah sekaligus anggota Komisi B DPRD DKI. Entah motifnya apa, namun banyak kesalahan yang selalu ditolerir, kuota penyerapan paling banyak yang diberikan terus-menerus dan kemudahan lainnya," ucap Fahrul.

Ketua Koperasi Komilet Jaya Berman Limbong mengatakan bahwa berdasarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 66/2019, dan berdasarkan penjelasan dari Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta terkait dengan JakLingko Mikrotrans, jumlah bus kecil yang akan diintegrasikan dengan layanan TransJakarta dalam bentuk JakLingko Mikrotrans adalah sebanyak 6.360 unit. 

Namun seiring dengan berjalannya waktu, kata dia, populasi bus kecil yang sudah diintegrasikan dengan TransJakarta baru berjumlah 2.795 unit atau setara dengan 43,94%.

"Dari angka persentase tersebut, dari 11 operator mitra program JakLingko, ada satu operator yang memiliki kuota dasar paling banyak dan serapan yang banyak juga, telah mencapai hingga 51%. Lucunya, TransJakarta bukannya memberikan kesempatan pada operator lain untuk memperbesar daya serap, justru terus saja memberikan kuota pada operator tersebut dengan banyak kemudahan-kemudahan persyaratan dan izin-izinnya," tegas Limbong.

"Menurut kami, praktik seperti ini tidak sehat dan TransJakarta sebagai pengelola subsidi transportasi Pemprov Jakarta melalui Public Service Obligation (PSO) harus menghentikan hal tersebut dan bertindak lebih adil serta wajib transparan dalam penentuan pemberian kuota serta pembentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) kepada mitra operator dan publik. Karena dana PSO itu berasal dari APBD Provinsi Jakarta yang harus transparan penggunaannya serta mudah diakses oleh publik," Limbong melanjutkan.

(***)