PDIP Sindir Permintaan Maaf Jokowi Palsu, PSI: Bagi Kami Tak ada Gading Tak Retak
RIAU24.COM -Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni, angkat bicara menanggapi PDIP yang menyindir permintaan maaf Presiden RI Joko Widodo yang dianggap palsu.
Raja Juli mengaku enggan mempermasalahkan penilaian PDIP tersebut.
"Ya terserah kepada PDIP ya, teman-teman PDIP memaknai itu apa. Tapi bagi kami tak ada gading yang tak retak. semua manusia memiliki kesalahan, khilaf," kata Raja ditemui di Kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (2/8/2024).
PSI, kata dia, justru melihat kebesaran hati dari permintaan maaf yang disampaikan oleh Jokowi.
"Tentu di situ kami melihat kebesaran presiden dengan keberhasilan yang luar biasa justru beliau masih mengatakan bahwa ‘saya tidak sempurna dan saya mohon maaf’," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai apa yang disampaikan oleh PDIP.
"Kalau kita lihat approval rating kan memang tidak mungkin ada yang suka 100 persen ya. Sekarang approval rating Pak Jokowi masing 70-80 persen, itu masih ada sekitar 20-30 persen masyarakat yang tidak puas. Ya tentu sangag wajar sangat alami," ujarnya.
"Kalau PDIP mengatakan itu air mata buaya juga biar rakyat yang menilai," sambungnya.
Sebelumnya, PDI Perjuangan (PDIP) berharap permintaan maaf Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi tak sekedar lip service belaka.
Apa yang disampaikan Jokowi diragukan ketulusannya.
"Kita berusaha positif thinking bahwa ini bukan sekedar lips service. Tetapi rasanya akhir-akhir ini lagi tren hal-hal yang sifatnya fake," kata Juru Bicara PDIP Aryo Seno Bagaskoro kepada Suara.com, Jumat (2/8/2024).
Ia mengatakan, seharusnya permintaan maaf itu harus diikuti dengan perbuatan.
Namun ia menyinggung, kebiasaan Jokowi yang selalu melakukan hal yang berkebalikan.
"Permintaan maaf yg tulus itu biasanya diikuti dengan perbuatan. Tetapi kalau mencermati komentar netizen itu kan kalau persoalan Pak Jokowi, biasanya berlaku hukum kebalikan," katanya.
"Apalagi sampai ada yang membuat pelesetan Nawacita menjadi Nawadosa. Itu artinya kan apa yang disampaikan banyak yang berbeda dengan yang dirasakan masyarakat," sambungnya.
"Masalah timing tidak lagi relevan karena yang penting adalah alasan dan kesungguhannya. Jika dua hal itu saja banyak yang ragu, bagaimana bisa menentukan tepat tidak waktunya," ujarnya.
(***)