Menu

Sanksi untuk Undip Jika Terbukti Ada Perundungan Dokter di PPDS

Devi 17 Aug 2024, 17:25
Sanksi untuk Undip Jika Terbukti Ada Perundungan Dokter di PPDS
Sanksi untuk Undip Jika Terbukti Ada Perundungan Dokter di PPDS

RIAU24.COM - Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) tengah melakukan investigasi terkait kasus dugaan bunuh diri peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Peserta PPDS prodi anestesi Universitas Diponegoro di RSUP dr Kariadi Semarang tersebut diduga mengalami perundungan atau bullying dari senior.

Kepala Biro Komunikasi Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada Universitas Diponegoro (Undip), serta siapapun yang terlibat jika benar-benar terbukti ada perundungan selama PPDS berlangsung.

"Hukumannya kalau untuk wahana pendidikannya bisa disetop. Selain itu bisa mengembalikan peserta didik atau dosen yang melakukan perundungan ke universitas, penurunan pangkat bahkan pencabutan STR dan SIP," ujar dr Nadia saat dihubungi detikcom, Sabtu (17/8/2024).

Pemberantasan kasus perundungan di lingkungan PPDS juga diakui Kemenkes tidak mudah untuk dihapuskan. Pasalnya, banyak junior yang diduga menjadi korban takut untuk melapor karena nantinya akan berimbas pada dipersulitnya pendidikan spesialis mereka.

Sebelumnya, Kemenkes mengakui jika permasalahan perundungan di lingkungan PPDS bukanlah hal baru. dr Nadia mengatakan ada sekitar 350 laporan aksi perundungan di PPDS rumah sakit vertikal sejak 2023.

"Dari kasus-kasus yang kita verifikasi ya, dari laporan yang masuk, memang ada seperti rulesnya apa-apa saja yang harus dilakukan sebagai seorang junior pada saat di awal menempuh pendidikan dokter spesialis," ujar dr Nadia.

Kemenkes juga tengah menyelidiki kebenaran terkait buku yang memiliki sampul bertuliskan 'Unthulektomi'. Buku ini diduga menjadi 'pedoman' untuk melakukan perundungan senior ke junior.

Selain itu, ada juga tangkapan layar yang beredar di media sosial terkait beberapa 'panduan' yang wajib dilakukan dokter residen saat menjalani program PPDS.

"Jadi kalau kita bicara ada buku atau tidak, sebagian mengatakan ada, tapi kadang-kadang kita nggak bisa menemukan buktinya. Jadi kadang bentuk fisiknya tidak didapatkan, atau juga beredar media elektronik itu juga sepotong-sepotong," tutupnya.

Sementara itu, keluarga melalui kuasa hukumnya membantah kabar yang beredar bahwa dokter berusia 30 tahun tersebut melakukan bunuh diri. Keluarga meyakini, kematian korban berhubungan dengan sakit yang diidapnya.

"Korban meninggal karena sakit, mungkin pas lagi kelelahan keadaan darurat, dia mungkin menyuntikkan anestesinya kelebihan dosis atau apa. Intinya dari keluarga menampik berita bahwa korban meninggal dunia karena bunuh diri," kata Susyanto, kuasa hukum keluarga, dikutip dari detikJateng, Jumat (16/8/2024).

"Intinya pihak keluarga menampik terkait bahwa korban almarhumah itu meninggal dunia karena bunuh diri. Kami sebagai kuasa hukum dari keluarga itu menolak berita tersebut," tegasnya.

Hasil visum korban diungkap oleh Polrestabes Semarang, ditemukan 3 bekas suntikan di punggung lengan kiri. Dugaan bekas suntikan diperkuat dengan temuan sisa obat di kamar kosnya.

"Apakah ini sengaja atau lalai nggak tahu. Apakah tidak sadar kelebihan dosis atau gimana sehingga menyebabkan efek yang mematikan bagi korban," kata Irwan Anwar, Kapolrestabes Semarang. ***