Menu

Dibuka usai 20 Tahun Ditutup, Walhi: Kita Semua Harus Menangis Ketika Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi 

Zuratul 18 Sep 2024, 11:19
Dibuka usai 20 Tahun Ditutup, Walhi: Kita Semua Harus Menangis Ketiak Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi. (Tangkapan Layar)
Dibuka usai 20 Tahun Ditutup, Walhi: Kita Semua Harus Menangis Ketiak Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi. (Tangkapan Layar)

RIAU24.COM -Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional mengkritisi kebijakan keran ekspor pasir laut yang kembali dibuka Jokowi setelah 20 tahun ditutup.

Dalam sebuah utas di akun X, Walhi Nasional menilai keputusan rezim Jokowi membuka lagi ekspor pari laut itu justru membahayakan pulau-pulau kecil di Indonesia yang terancam tenggelam. 

Walhi pun menjelaskan alasan 'Kenapa kita semua harus menangis ketika keran ekspor pasir laut dibuka?'.

"Pertama, saat ini banyak pulau-pulau kecil di Indonesia terancam tenggelam karena krisis iklim yang juga akan diperparah oleh tambang pasir laut. Beberapa pulau kecil bahkan sudah hilang," demikian unggahan di akun X @walhinasional, Senin (16/9). CNNIndonesia.com telah meminta izin untuk mengutip utas tersebut.

Pada awal utas itu, Walhi pun mengkutip tweet dari eks Menteri KKP Susi Pudjiastuti yang memberi ikon perempuan menangis atas pemberitaan dibukanya kembali ekspor pasir laut.

"Kedua, karena beban krisis iklim, banyak nelayan harus beralih profesi. Ekspor pasir laut tentu memperburuk situasi ini. Akan ada banyak nelayan dan perempuan di Pulau-pulau kecil di Indonesia akan menghadapi masalah sosial seperti yang dialami warga Pulau Kodingareng atau Rupat," demikian kelanjutan utas Walhi Nasional tersebut.

Pada unggahan beberapa hari sebelumnya, 13 September 2024, Walhi menyebut perbandingan keuntungan dan kerugian dari aturan pemerintah membuka lagi ekspor pasir laut.

"Mengekspor pasir laut itu, kayak dapat untung sedikit rugi banyak. Karena kerusakan lingkungan yang ditanggung butuh biaya pemulihan yang tinggi dan merugikan masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil. Kodingareng bisa jadi salah satu contoh!," demikian unggahan mereka.

Saat dikonfirmasi Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Zuhadi, mengatakan UU 32/2014 tentang Kelautan dengan jelas mengatur langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan laut. 

Dan, sambungnya, PP hingga Permendag terkait ekspor pasir laut itu justru bertentangan dengan perintah undang-undangnya.

"PP dan Permendag sebagai peraturan pelaksana justru bertentangan dengan perintah Undang-undangnya," kata dia saat dihubungi, Selasa (17/9).

Dia mengatakan permendag itu merupakan turunan dari PP 26/2023, di mana PP itu sendiri turunan dari UU 32/2014 tentang kelautan.

Pada Pasal 56 UU Kelautan itu, katanya, ditegaskan pada ayat (1) bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut.

"Kemudian ayat (2), pelindungan dan pelestarian lingkungan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan melalui pencegahan, pengurangan, dan pengendalian lingkungan Laut dari setiap Pencemaran Laut serta penanganan kerusakan lingkungan Laut," ujar Zenzi menjelaskan dasar hukum yang sebenarnya.

"Ayat (2) itu jelas bahwa yang bisa dilakukan pemerintah itu terhadap pencemaran dan kerusakan," imbuhnya.

Lebih lanjut, pihaknya pun mempertanyakan kinerja DPR sebagai lembaga legislatif terhadap dugaan pelanggaran undang-undang oleh pemerintahan Jokowi tersebut.

"DPR tidak ada gunanya kalau masyarakat sipil [turun tangan melakukan] JR [judicial review], masa eksekutif melawan regulasi yang mereka buat enggak dikoreksi," kata Zenzi.

(***)