Tak Terima Namanya Dicatut untuk Sertifikat HGB Lahan Pagar Laut, Warga Desa Kohod Lapor BPN
RIAU24.COM -Khaerudin, warga Desa Kohod, bersama dengan warga lainnya telah melaporkan dugaan masalah terkait sertifikat hak guna bangunan (HGB) ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Mereka juga telah melakukan audiensi dengan kuasa hukum di kementerian tersebut.
"Kami sudah melapor ke Kementerian ATR. Kebetulan waktu itu saya audiensi sama lawyer kami, masyarakat Kampung Alarjiban, lawyer, pengacara," ujar Khaerudin saat dihubungi pada Selasa (28/1/2025).
Dalam audiensi tersebut, Khaerudin mengungkapkan bahwa mereka hanya dipertemukan dengan staf-staf Kementerian ATR/BPN, yang mengaku tidak mengetahui permasalahan yang mereka laporkan.
"Saat itu, kami hanya ditemui sama staf-stafnya saja. Bahkan mereka pun mengatakan tidak tahu, tidak tahu, tidak tahu. Padahal, kami sudah bawa bukti, ada pagar laut, kami bawa fotonya, kemudian sertifikat juga saya bawa," jelasnya.
Khaerudin menambahkan bahwa sertifikat HGB yang diterbitkan pada 2023 diduga menggunakan data warga tanpa izin.
Ia menyatakan, warga tidak pernah diberitahu mengenai pengurusan sertifikat atau penggunaan data pribadi mereka
"Warga tidak pernah merasa mengajukan apapun terkait pembuatan sertifikat. Oleh sebab itu, kami meminta kepada pemerintah untuk mengusut masalah ini hingga tuntas," ujar dia.
Lebih lanjut, Khaerudin menyoroti dugaan keterlibatan oknum aparat dan perangkat desa dalam masalah ini.
"Ada keterlibatan dari kepala desa. Itu harus diusut, harus diusut tuntas. Allahu a'lam kalau aparat desa. Soalnya di aparat desa juga ada data-datanya," katanya.
Selain masalah pencatutan identitas, warga juga memprotes pengukuran tanah bantaran kali yang dilakukan tanpa melibatkan musyawarah masyarakat.
"Tanah kami dari bantaran kali diukur sama Bina Marga itu diambil 10 meter. Saat kami tanya, katanya untuk sepadan sungai. Tapi sekarang lihat, semuanya sudah diuruk oleh pengembang, dan kali jadi menyempit," ungkap Khaerudin.
Warga berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini dan meminta pemerintah menindak oknum yang terlibat.
"Kami mohon agar ini tidak hanya dibatalkan, tetapi juga ditindak. Ini menyangkut tanah yang merupakan milik negara dan masyarakat umum," tambahnya.
(***)