Mahfud MD Tegaskan Penangkapan Hasto oleh KPK Bukan Dikriminalisasikan, Tapi Cara Hancurkan Musuh

RIAU24.COM - Penahanan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menjadi perhatian Mahfud MD.
Mahfud MD menegaskan, penahanan Hasto Kristiyanto bukanlah sebagai tindakan kriminalisasi yang dilakukan KPK.
Mahfud MD menilai, tindakan KPK tersebut sebagai bentuk politisasi.
Lebih tajam lagi, Mahfud MD membeber apa yang dilakukan KPK merupakan tindakan untuk menghancurkan musuh dan menyelamatkan kawan yang terlibat korupsi.
Penahan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memang menjadi polemik.
Bahkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri lantas mengambil langkah dengan memberi instruksi pada kadernya yang menjadi kepala daerah untuk menunda kedatangan ke retret di Magelang.
Mahfud MD berpendapat, dua kejadian ini harus dipisah pembahasannya.
"Menurut saya itu harus dipisah pembahasan sebagai dua hal berbeda. Meskipun ada kaitan," kata Mahfud di channel Youtubenya.
Ia mengatakan bahwa penahanan Hasto memang dinilai janggal oleh banyak orang.
"Banyak di tengah masyarakat itu penahanan Hasto ini aneh, sehingga ada yang mengatakan itu sebagai kriminialsiasi. Sebagaian pandangan," katanya.
Mahfud MD menerangkan bentuk kriminalisasi yakni orang yang tidak bersalah namun tetap dituduh hingga didakwa melakukan perbuatan melawan hukum.
Dengan pengertian itu, Mahfud berpendapat hal yang terjadi pada Hasto bukan kriminalisasi, melainkan politisasi hukum.
"Tapi saya tidak sejauh itu. Saya melihatnya politisasi hukum. Karena nuansa politiknya memang ada, meskipun tindakan kriminilnya dalam bentuk dugaan turut serta penyuapan dan dugaan merintangi upaya hukum, itu sejauh yang saya baca KPK meyakinkan dirinya bahwa itu sudah cukup dan sudah diuji di praperadilan. Sehingga kriminalisasi mungkin nanti diuji dulu di proses hukum," kata Mahfud MD.
Namun lanjutnya, kesan penahan Hasto Kristiyanto sebagai bentuk politisasi hukum tidak bisa terhindarkan.
Mahfud merinci, Hasto disangkakan dalam kasus yang sudah terjadi pada tahun 2020 silam.
"Seharusnya diproses saat itu. tarolah proses turut serta menyuap bersama Harun Masiku kepada Wahyu yang pejabat negara itu kan tahun 2019, kemudian ditetapkan tersangka 2020. Tujuannya menyuap, dalam sangkaan pak Hasto turut menyumbang berarti ikut menyuap. Ketika dikejar, Wahyu mau ditangkap tidak jadi karena ada yang menghalangi dan dikatakan dalam sangkaan pak Hasto ikut merintangi," katanya.
"Kalau itu benar memang tidak kriminalnya sudah cukup bukti, tetapi jadi politisasi hukum kenapa kok tidak dulu ditangkap, kan orangnya sama, apa yang didakwaan sudah dirumuskan kenapa baru sekarang," kata Mahfud MD.
Pada tahun itu memang PDIP sedang berkuasa di pemerintahan.
Bisa jadi kata Mahfud, menjadi alasan KPK tidak memproses hukum kasus Hasto Kristiyanto.
"Nah itulah yang saya katakan politisasi, PDIP ada di pemerintahan seharusnya kalau mau jujur nih yah, yang menghalangi siapa ? Harusnya kan Hasto dibuka saat itu, berarti kalau tidak dibuka berarti ada yang merintangi dong sehingga tidak terungkap," katanya.
Sampai ketika PDIP berkonflik dalam pemerintahan, khususnya dengan Jokowi, lalu kasus Hasto mulai diungkit kembali.
"Sesudah ada konflik politik di PDIP, lalu pak Hasto diburu terus, itu maksud saya politisasi. Karena yang lebih keras atau besar dugaan pelanggaran korupsinya banyak dan pak Hasto itu bukan pejabat," kata Mahfud MD.
Mahfud mengatakan sepanjang karirnya di pemerintahan, ia tak pernah menyalahkan KPK atas kasus apapun.
Tapi kini, Mahfud MD mempertanyakan keputusan KPK dalam proses hukum Hasto Kristiyanto.
"Saya sih dalam karir saya ndak pernah menyalahkan KPK ketika menetapkan tersangka karena ndak pernah gagal. Saya tidak menyalahkan tapi mempertanyakan, kenapa politisasinya begitu gamblang ?" kata Mahfud MD.
Ia menduga politisasi terhadap Hasto sebagai bentuk tindakan untuk menghancurkan lawan demi menyelamatkan kawan.
"Dalam kasus ini politisasi hukum dijadikan alat politik untuk menghancurkan lawan tapi menyelamatkan kawan yang sama-sama terduga korupsi," kata Mahfud MD.
(***)