Rocky Gerung soal 11 Kader PSI Masuk Kabinet Prabowo: Bagi-bagi Jabatan Terang-terangan

RIAU24.COM -Gelombang kritik tengah mengarah ke pemerintah Prabowo Subianto, menyusul penunjukkan 11 kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam kabinet termasuk Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
Isu ini makin panas ketika terbongkar bahwa para kader memegang jabatan di organisasi perubahan iklim dengan gaji belasan juta hingga miliaran rupiah.
Langkah ini memicu reaksi keras dari publik yang menilai pengangkatan tersebut kental akan nuansa nepotisme.
Selanjutnya, muncul kabar bahwa beberapa dari mereka adalah pasangan suami istri, memperkuat dugaan bahwa jabatan tersebut bukanlah soal kompetendi melainkan soal kedekatan politik.
Hal ini lantas direspon oleh Pengamat Politik Rocky Gerung.
Rocky menilai bahwa kebijakan ini membahayakan bagi integritas pemerintahan barunya dibawah pimpinan Prabowo Subianto.
“Kita melihat bagaimana praktik bagi-bagi kekuasaan ini masih berlanjut. Padahal, janji untuk membersihkan korupsi dan nepotisme seharusnya menjadi prioritas. Jika kader partai menjadi prioritas utama dalam pengisian jabatan strategis, apa bedanya kabinet Prabowo dengan pemerintahan sebelumnya?” kata Rocky dikutip di akun YouTube-nya.
Menurut Rocky, yang menjadi persoalan bukan hanya soal latar belakang politik para pejabat tersebut, tetapi juga bagaimana transparansi dalam proses seleksi.
“Apakah mereka memiliki keahlian teknis dalam mengelola isu perubahan iklim? Atau ini hanya cara partai mengamankan posisinya di lingkaran kekuasaan?” tambahnya.
Dalam situasi ini, Prabowo juga terlihat masih melanjutkan beberapa kebijakan strategis nasional yang diwariskan Presiden Jokowi, termasuk proyek ambisius Ibu Kota Negara (IKN).
Langkah ini memunculkan spekulasi bahwa Prabowo belum sepenuhnya lepas dari pengaruh pemerintahan sebelumnya.
“Ini bukan sekadar kelanjutan kebijakan. Ini lebih mirip suksesi kekuasaan yang terkoordinasi,” ujar Rocky.
“Ketika kabinet diisi oleh orang-orang dekat partai tertentu dan kebijakan lama tetap berjalan, publik mulai bertanya-tanya: adakah perjanjian politik di balik layar?,” lanjutnya.
Namun, di sisi lain tekana ekonomi semakin dirasakan oleh masyarakat kelas menengah kebawah.
Penurunan daya beli dan ketidak[astian ekonomi membuat mereka semakin kritis terhadap kebijakan pemrintah saat ini.
Gelombang ketidakpuasan ini bisa memicu protes sosial yang lebih besar jika tidak segera diatasi.
“Jika elite politik terus mengumpulkan kekuasaan untuk mengakses anggaran negara tanpa pertanggungjawaban, masyarakat tidak akan tinggal diam. Ini bisa jadi bara dalam sekam,” tegasnya.
Kini, tantangan terbesar bagi Prabowo adalah membuktikan bahwa kabinetnya bukan sekadar arena bagi-bagi jabatan politik.
Publik menuntut transparansi, baik dalam pengisian jabatan maupun dalam implementasi kebijakan strategis.
“Prabowo harus segera memutus mata rantai nepotisme ini. Jika tidak, pemerintahannya akan sulit membangun kepercayaan publik,” tutup Rocky.
(***)