Menu

Pegawai KPK Resah, 'Ikan Besar' Banyak yang Lolos

Siswandi 11 Apr 2019, 00:06
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Gejolak dikabarkan tengah terjadi di kalangan pegawai KPK. Hal itu setelah sebanyak 114 penyidik dan penyelidik di lembaga antirasuah itu, menandatangani petisi yang ditujukan kepada pimpinan KPK.

Mereka resah, karena motor KPK yakni Kedeputian Penindakan, dinilai tak lagi maksimal selama setahun terakhir ini. Akibatnya, banyak 'ikan besar' lolos dari

"Kurang lebih satu tahun ke belakang ini, jajaran di Kedeputian Penindakan KPK mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai dengan ke level pejabat yang lebih tinggi atau big fish, level kejahatan korporasi, maupun ke level tindak pidana pencucian uang," tulis petisi yang dilansir detik, Rabu 10 April 2019.

Dalam petisi itu ada 5 alasan yang menjadi dasar permohonan mereka kepada pimpinan KPK, untuk segera bersikap. Yakni:

Pertama, terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian. Penundaan pelaksanaan ekspose penanganan perkara dengan alasan yang tidak jelas dan cenderung mengulur-ngulur waktu hingga berbulan-bulan sampai dengan perkara pokoknya selesai.

Kondisi ini dinilai berpotensi menutup kesempatan untuk melakukan pengembangan perkara pada tahapan level pejabat yang lebih tinggi serta hanya terlokalisir pada level tersangka atau jabatan tertentu saja.

Selanjutnya, tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup. Dalam petisi tersebut disebutkan, beberapa bulan belakangan hampir seluruh satgas di penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan operasi tangkap tangan yang sedang ditangani.

Kondisi terjadi diduga akibat adanya kebocoran terkait rencana Operasi Tangkap Tangan (OTT). Kebocoran ini tidak hanya berefek pada munculnya ketidakpercayaan (distrust) di antara sesama pegawai, namun juga dapat mengakibatkan tingginya potensi risiko keselamatan yang dihadapi oleh personel yang sedang bertugas di lapangan.

Ketiga, tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi pada level jabatan atau golongan tertentu. Hal ini dinilai mengakibatkan hambatan karena tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengumpulkan alat bukti. Selain itu, terdapat perlakukan khusus terdapat saksi.

Berikutnya adalah tidak disetujuinya penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan. Namun tidak disertai dengan alasan objektif. Akibatnya, pihak penyidik dan penyelidik merasakan kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit, bahkan hampir tidak ada.

Kelima, adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat yang diduga dilakukan oknum di deputi penindakanm, oleh pihak Pengawas Internal.

Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya.

Berkenaan dengan petisi itu, sejauh ini baru Wakil Ketua KPK Laode M Syarif yang telah memberikan tanggapan. "Pimpinan akan menjadwalkan pertemuan dengan pegawai yang membuat petisi," ujar Syarif, saat dikonfirmasi detik. ***