Menu

Situasi di Kota Wamena dan Jayapura Masih Mencekam, Polri Ungkap Dugaan Ini

Siswandi 23 Sep 2019, 22:59
Bandara di Wamena beberapa saat setelah rusuh terjadi di kota itu, Senin pagi tadi. Foto: int
Bandara di Wamena beberapa saat setelah rusuh terjadi di kota itu, Senin pagi tadi. Foto: int

RIAU24.COM -  Setelah rusuh yang terjadi pada Senin 23 September 2019 pagi tadi, situasi di Kota Wamena, Papua, masih mencekam hingga sore hari. Kondisi yang nyaris serupa juga terjadi di Jayapura. Bahkan rusuh yang terjadi di Kampus Universitas Cendrawasih, memakan korban jiwa sebanyak empat orang.

Di Kota Wamena, baik pendatang maupun warga asli Papua, sama-sama memilih untuk mengevakuasi diri mereka masing-masing.

"Kejadian awal itu dari soal rasialisme. Jadi hari Jumat pekan lalu tanggal 20 itu salah satu sekolah di Wamena, entah dia sadar atau tidak, dia sampaikan (ujaran rasal) ke salah satu siswa," ujar aktivis Dewan Adat Papua, Domi Sorabut, dilansir republika.

Terkait hal itu, para siswa berharap pihak sekolah menindak oknum guru tersebut, seperti melakukan proses hukum contohnya. Namun, pihak sekolah tidak merespons dengan baik kejadian tersebut. Hal itu yang kemudian memicu para siswa turun ke jalan yang kemudian berakhir dengan rusuh.

"Tujuan awalnya mereka mau demo damai ke pemerintah untuk sampaikan bahwa harus ditindak tegas pelaku yang menyampaikan ujaran rasisme itu, harus diproses hukum," ujarnya lagi.

Namun, para siswa tersebut belum stabil emosinya. Hal itulah yang kemudian membuat mereka bertindak di luar kendali dan berakhi dengan rusuh. Tindakan yang kemudian juga merambat ke mahasiswa dan masyarakat di sana. Kios, rumah, kendaraan, kampus, bahkan kantor menjadi korban tindakan tersebut.

"Semua hancur dibakar dan sampai terakhirnya itu dua kampus di bakar, sejumlah rumah, toko, dibakar bahkan kantor bupati," tambahnya.


Ia mengatakan, aparat keamanan tiba di lapangan sekitar pukul 13.00-14.00 WIT. Namun situasi tegang dan mencekam masih terasa hingga petang. Masyarakat, pendatang maupun masyarakat asli Papua, sama-sama mengevakuasi diri mereka masing-masing.

Para pendatang kebanyakan mengevakuasi diri mereka ke Polres atau Kodim. Sedangkan masyarakat asli Papua mengevakuasi diri mereka dengan berlari ke hutan yang ada di sekitar sana.

"Tegang. Masih tegang. Kan sudah ada korban juga toh puluhan jiwa. Belum bisa kita dapatkan (jumlah pastinya) karena masih tegang masing-masing jaga."

Curi Perhatian
Dari Jakarta, Polri menduga rusuh di Wamena dan Jayapura, sengaja diciptakan oleh oknum. Diduga, rusuh itu untuk mencuri perhatian Sidang Umum PBB ke-74 di New York, Amerika Serikat, yang sedang berlangsung.

"Untuk kejadian Papua, kita harus melihatnya secara luas. Bahwa sedang ada Sidang Umum PBB di New York tanggal 23 sampai 27 September ini," ucap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, dilansir detik.

Menurutnya, kelompok yang menjual isu kemerdekaan Papua ingin mencuri perhatian para peserta Sidang Umum PBB. Mereka hendak memanfaatkan momentum tersebut.

Dari informasi yang diterima detik, terduga dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat beberapa pekan lalu, Benny Wenda, dikabarkan juga ikut sidang PBB tersebut.

Benny, yang selalu mengklaim dirinya mewakili rakyat Papua, membawa agenda referendum.

Untuk diketahui, Benny Wenda sendiri merupakan orang asli Papua yang saat ini menjadi warga negara Swiss.

Terkait rusuh di Jayapura, diawali penolakan Universitas Cenderawasih terhadap mahasiswa yang hendak menduduki auditorium kampus. Pihak kampus menduga auditorium akan digunakan sebagai tempat kelompok anti-NKRI berkumpul.

Pihak rektorat kampus kemudian meminta bantuan aparat TNI-Polri untuk membubarkan kelompok tersebut.

Aparat pun berhasil menggiring massa ke luar kampus. Namun kelompok massa tiba-tiba menyerang aparat dengan senjata tajam, batu dan kayu.

Satu prajurit TNI AD, Praka Zulkifli, gugur akibat serangan tersebut. Enam personel Brimob juga mengalami luka-luka. Akibat bentrokan ini, tiga mahasiswa tewas. ***