Menu

JKB #3 Kupas Tuntas Masalah Kabut Asap Riau, UNRI dan Alumni Punya Solusi

Riki Ariyanto 26 Sep 2019, 09:35
Ikatan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Faperika) Unri, lewat program Jom Kita Bisa (Bincang santai) (foto/istimewa)
Ikatan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Faperika) Unri, lewat program Jom Kita Bisa (Bincang santai) (foto/istimewa)
"Minimal 40 cm air di lahan gambut itu harus ada terus. Tak boleh kering air di lahan ini. Rewetting atau tetap basah, itu pasti tak akan membuat gambut kering dan mudah terbakar. Dan, masyarakat di sekitar lahan ini, ya wajib di sadarkan dan diberdayakan. Selagi mereka tak berdaya alias miskin-miskin, jangan harap tak ada kebakaran lahan gambut. Mau makan apa mereka. Kalau mau asap selesai, itu tiga langkahnya: rewetting, revegetasi dan pemberdayaan masyarakat," jelas Makruf.

Sementara Dr Sopyan Hadi, secara mencengangkan semua audiens, mengekspos beberapa temuannya yang bisa dipakai untuk pencegahan karhutla (kebakaran hutan dan lahan) di Riau. Misalnya ada temuan pesawat mini tanpa awak, yang bisa dipakai untuk monitoring lahan pada radius sangat luas. Sopyan pernah menggunakan pesawat itu untuk memantau kawan Cagar Booster yang begitu luas. Cukup dipantau di satu ruangan saja, jelajah pesawat ini bisa jelas terlihat di monitor. Dengan begitu, lahan gambut busa rutin dipantau dari udara, dan tidak ribut pas begitu terbakar.

Sopyan juga menujukkan hasil temuan terbarunya, yakni ekstrak campuran untuk air semprotan mobil pemadam kebakaran. "Ekstrak batang pisang. Namanya belum ada. Tapi, dengan campuran ekstrak ini, air semprotan pemadam itu akan jauh berkualitas. Air ini bisa cepat mematikan api di lahan gambut yang terbakar dan cepat pula mendinginkan lahan bekas terbakar. Dengan begitu, pemadam api tak perlu berlama lagi dan tak perlu menguras tenaga di lapangan," kata Sopyan memberi penjelasan.

Halaman: 345Lihat Semua