Menu

YLBHI Catat 44 Orang Tewas Karena Utarakan Pendapat, Begini Reaksi Mardani Ali Sera

M. Iqbal 29 Oct 2019, 12:07
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera

RIAU24.COM - Dari catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), sebanyak 44 orang meninggal tanpa diketahui penyebabnya lantaran menyampaikan pendapat di muka umum sepanjang tahun 2019.

Hal itupun ditanggapi oleh Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera. Dia mengatakan jika pemerintah tidak boleh tutup mata mengenai aksi radikalisme yang merenggut nyawa rakyat.

"Pemerintah tidak boleh tutup mata atas aksi Radikalisme dan terorisme semacam ini yg merenggut nyawa rakyat Indonesia. Apalagi RI masuk anggota HAM PBB," kata Mardani di akun Twitternya, Selasa, 28 Oktober 2019.

zxc1

Maka itu, dia meminta agar kasus tersebut harus dituntaskan. "Harus diusut tuntas ini. Ayo perangi radikalisme secara benar, jgn karena kebencian atau menutupi masalah2 bangsa," kata dia lagi.

Seperti dilansir dari Tempo.co, Ahad, 27 Oktober 2019, adapun rinciannya adalah 33 orang diantaranya meninggal di Papua dalam Aksi Anti-Rasisme Wamena dan setelahnya. Kemudian, 4 orang juga meninggal di Papua dalam Aksi Anti-Rasisme Jayapura.

Kemudian, sebanyak 2 orang meninggal di Kendari 3 orang meninggal di Jakarta dalam aksi #ReformasiDikorupsi. Selanjutnya, 9 orang meninggal di Jakarta dalam aksi 22-24 Mei.
zxc2

"Dari 51 korban meninggal tersebut, diketahui sebanyak enam orang meninggal akibat luka tembak dan satu orang meninggal karena kehabisan napas akibat gas air mata. Sisanya, 44 orang tidak ada informasi resmi," kata Ketua Advokasi YLBHI Muhammad Isnur.

Sementara itu, Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan nyawa begitu mudah melayang di Indonesia tanpa pertanggungjawaban. Padahal, di negara demokrasi, kebebasan berpendapat dijamin oleh undang-undang.

Untuk itu, pihaknya meminta pertanggungjawaban dan penegakan hukum negara terhadap jatuhnya korban-korban ini. Negara dalam hal ini meliputi Komnas HAM, Ombudsman, Kapolri dan DPR, khususnya Komisi III sebagai pengawas jalannya penegakan hukum. Dia sendiri juga menuntut agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi turun tangan dalam kasus ini.