Gerindra Sebut Pidato Soal PKI Dilakukan Tanpa Persetujuan Prabowo
RIAU24.COM - Pernyataan Rektor Universitas Pertahanan dalam sebuah diskusi tentang Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mengatasnamakan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, mendapat respon dari kubu Gerindra.
Seperti dituturkan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, pidato itu dibacakan tanpa persetujuan Prabowo subianto. Sebab, naskah pidato itu belum ada konfirmasi.
"Naskah pidato tersebut tidak ada konfirmasi, tidak ada persetujuan dan tidak diberikan kewenangan mengatasnamakan Menhan," lontarnya di Jakarta, Minggu 24 November 2019, dilansir republika.
Karena itu dia menilai, pernyataan Rektor Unhan Letnan Jenderal TNI Tri Legionosuko tentang PKI dan Gerakan 30 September 1965, merupakan pendapat pribadi semata.
Dikatakan, Prabowo berhalangan hadir dalam diskusi panel buku bertajuk "PKI Dalang dan Pelaku Kudeta G30S/65" di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, Sabtu (23/11).
"Dalam acara itu, Prabowo sebagai Menhan tidak hadir namun yang membacakan pidato adalah Rektor Universitas Pertahanan yang mengatasnamakan Prabowo sebagai Menhan," ujarnya.
Setelah dilacak, ternyata naskah pidato tersebut tidak ada konfirmasi dan tidak ada persetujuan serta tak diberikan kewenangan mengatasnamakan Menhan.
Sebelumnya, Rektor Unhan Letnan Jenderal TNI Tri Legionosuko sempat membacakan pidato dalam diskusi panel buku bertajuk "PKI Dalang dan Pelaku Kudeta G30S/65" di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, Sabtu (23/11/2019). Ketika itu, ia mengatasnamakan Menhan Prabowo Subianto.
Dalam pidato tersebut disebutkan Prabowo Subianto, meminta segenap elemen bangsa tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya laten komunis, karena beberapa negara penganut ideologi komunis masih eksis.
Prabowo juga disebutkan meminta seluruh guru sejarah menyampaikan kejamnya pemberontakan PKI atau peristiwa G30S/65 kepada para siswa. Menurut Prabowo, pengetahuan tentang sejarah dan kejamnya gerakan PKI harus diketahui oleh generasi muda.
Acara bedah buku tersebut diselenggarakan oleh Gerakan Bela Negara dan Yayasan Masyarakat Peduli Sejarah. ***