Inilah Salah Satu 'Harta Karun' Lain yang Dimiliki Indonesia, Bisa Dijadikan Partikel Nuklir, Tapi Harganya Kok Masih Ditentukan Singapura?
RIAU24.COM - Tak salah bila banyak yang menyebut Indonesia adalah negara yang berlimpah dengan beragam potensi. Salah satunya adalah di bidang pertambangan. Selain emas, perak, timah dan nikel, Indonesia juga punya potensi yang sangat besar, yaitu komoditas rare earth atau tanah jarang.
Tak tanggung-tanggung, komoditas ini bisa dgunakan untuk beragam keperluan. Mulai dari partikel nuklir, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), pembuatan senjata hingga komponen elektronik. Tapi, hingga saat ini harga untuk komoditas yang begitu berharga ini ternyata masih diatur Singapura. Kok bisa?
Besarnya potensi rare earth ini pernah diakui Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah dibahasnya bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, pada pertengahan Juni lalu.
"Kemarin saya bicara dengan Menhan (Prabowo) bahas TIN (timah), TIN itu juga bisa kita ekstrak dari situ rare earth," ungkap Luhut, dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR, di Gedung DPR RI, Senin (22/6/2020) lalu.
Dilansir detik, salah satu yang menjadi bahan pembicaraan, adalah faktanya bahwa harga rare earth ini masih ditentukan Singapura. Luhut dan Prabowo mengaku keberatan dengan hal itu. Apalagi mengingat stoknya di Tanah Air cukup berlimpah.
"Rare earth itu satu masalah dunia yang sangat penting untuk pembuatan senjata. Kenapa harga rare earth mesti ditentukan di Singapura. Kenapa tidak di kita? Singapura udara saja dia impor, kita relakan itu," lontarnya ketika itu.
Untuk mendapatkan gambaran tentang betapa dahsyatnya materi yag satu ini, berikut fakta-fakta menarik soal rare earth yang muncul bak 'harta karun'.
Pertama, bahan ini mudah ditemukan di Indonesia. Kabarnya, pasir timah yang biasa diekspor secara ilegal dari Bangka Belitung (Babel) mengandung mineral tanah jarang (rare earth). Padahal, mineral ini memiliki harga jual tinggi.
Tanah jarang bisa dijual hingga 10 kali lipat lebih tinggi dibanding timah itu sendiri. Komponen satu ini bahkan bisa digunakan untuk partikel nuklir, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) hingga komponen elektronik.
"Tanah jarang atau rare earth ini mineral ikutan, dari proses pemurnian timah itu kan diayak istilahnya dimurnikan, dan mineral pasir itu mengandung tanah jarang atau monazite namanya," ujar Direktur Utama PT Timah kala itu, Sukrisno.
Setelah diolah, materi tanah jarang bisa diproses menjadi 12 komponen, termasuk monazite, thorium, dan lainnya. Salah satu yang paling potensial untuk dijual adalah monazite, yang dikembangkan PT Timah dengan membangun sebuah pabrik kecil pengolahan tanah jarang.
Selain itu, harga tanah jarang ternyata bisa mencapai 2 kali lipat dari timah. Menurut Sukrisno, tanah jarang tersebut bisa dijual per kilogram, sedangkan pasir timah dijual per metrik ton.
Terkait potensi itu, pemerintah juga makin serius soal pemanfaatan 'harta karun' ini. Plt Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman mengatakan, pihaknya akan melakukan survei potensi rare earth mulai tahun depan.
Ia juga membenaran komoditas satu ini cukup potensial ditemukan di Indonesia. Saleh menyatakan salah satu potensi penggunaan rare earth bisa digunakan untuk membuat chip. ***