Menu

Sebut Kenaikan Kelas Indonesia Berpendapatan Menengah Ke Atas Bertahan 1 Tahun, Faisal Basri: Itu Sekedar Angka

M. Iqbal 11 Jul 2020, 07:47
Ekonom Senior, Faisal Basri
Ekonom Senior, Faisal Basri

RIAU24.COM - Bank dunia  menaikkan klasifikasi Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-bawah atau lower-middle income menjadi negara berpendapatan menengah-atas atau upper-middle income.

Kenaikan kelas yang menjadi kebanggaan oleh Presiden Joko Widodo itu ditanggapi oleh Ekonom senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri.

Dia menyebutkan jika, kenaikan kelas Indonesia berdasarkan pendapatan nasional seharusnya terjadi sejak 2018. Tapi, karena pertumbuhan ekonomi pada saat itu melambat, maka baru terjadi pada 2019.

"Sebetulnya tidak ada hubungan antara naik kelas dengan pandemik,  karena naik kelasnya tahun 2019, harusnya kita 2018 sudah naik kelas, namun pertumbuhan ekonomi melambat dan nilai tukar 2018 itu jeblok, ini kan semua dalam US dollar," kata Faisal Basri dilansir dari Rmol.id, Sabtu, 11 Juli 2020.

Meski demikian, Faisal mengatakan jika hal itu patut disyukuri karena Indonesia menjadi satu-satunya negara yang naik kelas dari lower-middle income ke upper-middle income.

"Patut disyukuri, kita satu-satunya negara yang naik kelas dari lower-middle income ke upper-middle income, satu-satunya," kata Faisal.

Sebab, lanjutnya, ada beberapa negara yang justru turun kelas, dari upper-middle income ke lower-middle income, seperti Sri Lanka dan Aljazair.

Faisal sendiri memprediksi jika Indonesia naik kelas hanya bertahan satu tahun. Di 2020 ini dinilai akan kembali turun kelas.

"Itu sekedar angka saja. Kemungkinan besar kita naik kelasnya cuma 1 tahun, tahun 2020 ini turun lagi. Tidak apa-apa, tapi mudah-mudahan 2021 kita kembali lagi naik kelas," jelasnya.

Tanpa naik kelas, masih kata Faisal, Indonesia juga sudah tidak memperoleh fasilitas dari Generalized System of Preferences (GSP).

"Kita kalau ke Amerika tidak di bebaskan bea masuk lagi, jadi kena bea masuk seperti yang berlaku. Oleh karena itu, itu tidak ada kaitannya dengan Covid. Nah Covid justru yang membuat kemungkinan besar kita akan turun lagi pendapat kelompoknya di tahun ini," tandasnya.