Jokowi Sebut 'Jangan Sok-sokan Lockdown', Pengamat: Jangan Multitasfir, Harus Jelas, Kepada Siapa?
RIAU24.COM - Pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam, menilai ada ambiguitas dalam pernyataan Presiden Jokowi, tentang 'jangan sok-sokan lockdown provinsi, kabupaten atau kota', dalam penanganan Covid-19.
Menurutnya, apa yang dilontarkan Jokowi dalam kapasitasnya sebagai presiden, bisa menimbulkan tafsir liar di tengah masyarakat. Sebab, Jokow tidak menyebut secara pasti, siapa sosok yang dimaksud dalam pernyataannya itu.
"Saya kira mesti tunjuk nama, karena itu bisa ambigu dan multitafsir, kepada siapa? Presiden harus jelas, jangan hanya menuduh yang bukan-bukan," lontarnya, dilansir rmol, Senin 5 Oktober 2020.
Presiden merupakan kepala negara yang memiliki tanggung jawab kepada para kepala daerah. Karena itu, Saiful Anam menduga ada pembangkangan yang terjadi di lingkup daerah terhadap arahan presiden dalam penanggulangan Covid-19.
"Saya kira kalau leadership presiden cukup baik, gubernur, bupati/walikota bakal nurut kok. Tapi kan ini sepertinya gagasan-gagasan presiden tidak didengar. Sehingga kemudian mengungkapkan kepada publik 'jangan sok-soan melockdown'. Yang mau melockdown siapa? Tunjukkan dong!" tegas Saiful.
Menurutnya, pernyataan yang disampaikan Presiden Jokowi kurang baik jika diarahkan kepada publik. Sebaiknya, Jokowi memperbaiki pola komunikasi hubungan pusat dan daerah.
"Jangan kemudian melempar isu tersebut ke publik, itu sama halnya melontarkan aib presiden sendiri, yakni tidak mampu membendung kebijakan pemerintah daerah," ujarnya lagi.
Korbankan Masyarakat
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengingatkan agar tak perlu ada lockdown atau karantina wilayah total di kabupaten, kota, maupun provinsi. Jokowi juga mengatakan, penerapan lockdown atau karantina wilayah di satu daerah tak efektif untuk menekan laju penyebaran Covid-19.
Hal ini dilontarkan Presiden dalam video yang diunggah melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/10/2020) lalu.
"Tidak perlu sok-sokan akan me-lockdown provinsi, me-lockdown kota, atau me-lockdown kabupaten, karena akan mengorbankan kehidupan masyarakat," lontarnya, yang dikutip cnnindonesia.
Jokowi menegaskan bahwa upaya pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 adalah dengan mencari titik keseimbangan kesehatan masyarakat dengan perekonomian.
Menurutnya, memprioritaskan kesehatan masyarakat tak berarti mengorbankan aspek ekonomi, apalagi jika hal itu berkaitan dengan masyarakat luas.
"Jika kita mengorbankan ekonomi, itu sama dengan mengorbankan kehidupan puluhan juta orang. Ini bukan opsi yang bisa kita ambil. Sekali lagi, kita harus mencari keseimbangan yang pas," katanya.
Menurutnya, Indonesia terbilang baik dalam menangani pandemi. Untuk itu, perbandingan yang digunakan juga harus tepat dengan berkaca dari negara-negara yang juga berpenduduk besar. Sehingga tak adil jika Indonesia dibandingkan dengan negara yang penduduknya lebih sedikit.
Sementara itu, dari data 2 Oktober 2020, kata dia, Indonesia berada di posisi 23 dengan kasus positif covid-19 dari semua negara di dunia.
"Saya bisa mengatakan penanganan covid di Indonesia tidak buruk bahkan cukup baik. Maka saya hanya bicara fakta," tuturnya.
Jokowi sebelumnya telah menekankan agar daerah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Mikro/Komunitas. Pembatasan ini dinilai lebih efektif karena hanya diterapkan secara berjenjang, tidak di seluruh daerah. Sebab, tak seluruh wilayah termasuk dalam zona merah Covid-19. ***