Menu

Ibu Kota Afganistan Jatuh, Taliban Kuasai Cadangan Mineral Senilai Hampir 1 Triliun Dolar AS

Riki Ariyanto 19 Aug 2021, 14:01
Ibu Kota Afganistan Jatuh, Taliban Kuasai Cadangan Mineral Senilai Hampir 1 Triliun Dolar AS (foto/int)
Ibu Kota Afganistan Jatuh, Taliban Kuasai Cadangan Mineral Senilai Hampir 1 Triliun Dolar AS (foto/int)

RIAU24.COM - Ibu Kota Afganistan, Kota Kabul telah dikuasai milisi Taliban. Sebagai informasi Afghanistan termasuk salah satu negara termiskin di dunia.

Tetapi dilansir dari Okezone, pada 2010, pejabat militer dan ahli geologi AS mengungkapkan ternyata Afghansitan punya cadangan mineral senilai hampir 1 triliun Dolar AS atau setara Rp14.370 triliun. 

Penguasaan Taliban atas tanah Afghanistan pada Minggu 15 Agustus 2021, menimbulkan banyak pakar bertanya tentang nasib kekayaan cadagan mineral di negara tersebut yang belum dieksploitasi. Pasokan mineral seperti besi, tembaga, dan emas tersebar di seluruh negeri.

Kemudian ada mineral tanah jarang dan paling penting, lithium termasuk salah satu cadangan terbesar di dunia yang belum dimanfaatkan. Lithium merupakan kompenen penting yang langka untuk baterai listrik dan teknologi lain untuk mengatasi krisis iklim. 

"Afghanistan merupakan wilayah yang kaya akan logam mulia tradisional, dan juga logam (yang dibutuhkan) untuk ekonomi yang muncul di abad 21," sebut seorang ilmuwan dan pakar keamanan yang juga pendiri Ecological Futures Group Rod Schoonover, dikutip dari CNN, Kamis (19 Agustus 2021). 

Pemerintah AS dilaporkan telah memperkirakan cadangan lithium di Afghanistan dapat menyaingi yang ada di Bolivia.

Tantangan keamanan, kurangnya infrastruktur, dan kekeringan parah di negara itu telah mencegah ekstrasi mineral paling berharga di masa lalu. Afghanistan dijuluki sebagai 'kutukan sumber daya' karena upaya untuk mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) gagal memberikan manfaat bagi masyarakat lokal dan ekonomi domestik. 

Namun pengungkapan kekayaan mineral Afghanistan berdasarkan survei sebelumnya telah menunjukkan potensi yang besar. Permintaan logam seperti lithium dan kobalt, serta elemen tanah jarang seperti neodymium melonjak ketika banyak negara mulai beralih ke mobil listrik dan teknologi ramah lingkungan untuk memangkas emisi karbon.