Dewan Pers Sebut Pengesahan UU KUHP Mengancam Demokrasi
RIAU24.COM - Pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU KUHP dalam sidang paripurna DPR RI, Selasa (6/12/2022) menerima kritik dari berbagai kalangan.
Salah satu yang mengkritik adalah Dewan Pers yang menyayangkan pengesahan tersebut.
Dewan pers menilai keputusan itu mengabaikan minimnya partisipasi dan masukan masyarakat, termasuk komunitas pers. Sejumlah pasal dalam KUHP menjadi ancaman bagi pers dan wartawan.
Secara lebih luas, Dewan Pers menyatakan sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
Dewan Pers menilai kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi kini menghadapi upaya pembungkaman.
Kemerdekaan pers terbelenggu karena UU KUHP itu dapat menjerat wartawan dan perusahaan pers sebagai pelaku tindak pidana ketika menjalankan tugas jurnalistik.
Dewan Pers sebagai lembaga independen sebelumnya telah menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) RKUHP terhadap pasal-pasal krusial yang menjadi ancaman terhadap pers dan wartawan.
Dewan Pers juga menyarankan reformulasi 11 kluster dan 17 pasal dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, sebagai upaya mencegah kriminalisasi. Namun masukan yang telah diserahkan ke pemerintah dan DPR tidak memperoleh feedback.
Padahal, Dewan Pers juga menyampaikan saran agar dilakukan simulasi kasus atas norma yang akan dirumuskan.
“Kami menilai ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam RUU KUHP yang baru disetujui oleh Pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU KUHP itu tidak hanya mengancam dan mencederai kemerdekaan pers, namun juga berbahaya bagi demokrasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi,” kata Arif Zulkifli, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers dalam siaran pers pada Rabu (7/12/2022) dikutip sindonews.com.
Arif menambahkan, ketentuan-ketentuan pidana pers dalam KUHP, mencederai regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Padahal unsur penting berdemokrasi adalah dengan adanya kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan berpendapat, serta kemerdekaan pers.
Dewan Pers berpendapat bahwa dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia hakiki.
Dewan Pers mencatat pasal-pasal UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, kemerdekaan berpendapat, dan berekspresi adalah sebagai berikut:
1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
10.Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati. 11.Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
(***)