Mesir Cium Gelagat 'Ada Upaya' Israel Ingin Kosongkan Gaza usai Beri Peringatan
RIAU24.COM -Mesir telah mendiskusikan rencananya dengan Amerika Serikat (AS) dan negara lain untuk memberikan bantuan kemanusiaan melalui perbatasannya dengan Jalur Gaza, Palestina.
Namun, Mesir menolak setiap langkah untuk membangun koridor aman bagi pengungsi yang melarikan diri dari Gaza.
Gaza adalah wilayah pesisir yang terjepit di antara Israel di utara dan timur serta Mesir di barat daya.
Gaza merupakan rumah bagi sekitar 2,3 juta orang yang hidup di bawah blokade sejak kelompok militan Palestina Hamas mengambil kendali di sana pada tahun 2007.
Mesir telah lama membatasi aliran warga Palestina dari Gaza ke wilayahnya, bahkan selama konflik paling sengit sekalipun.
Kota Kairo, yang sering menjadi mediator antara Israel dan Palestina, selalu menegaskan bagi kedua belah pihak menyelesaikan konflik di dalam perbatasan mereka. Pemerintah Mesir menyebut ini adalah satu-satunya cara Palestina dapat menjamin hak mereka atas kenegaraan.
Mesir telah membuat pernyataan berulang kali pada minggu ini yang memperingatkan kemungkinan bahwa serangan Israel terhadap Gaza dapat menyebabkan perpindahan penduduk dari daerah kantong tersebut ke wilayah Mesir.
Seperti dilansir Al Jazeera Kamis (12/10), Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan negaranya berkonsultasi dengan Israel dan Mesir mengenai gagasan jalur aman bagi warga sipil dari Gaza, yang dilanda serangan besar-besaran Negeri Zionis tersebut, sebagai balasan atas serangan besar mendadak pejuang Hamas ke Israel akhir pekan lalu.
Salah satu sumber keamanan Mesir, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Mesir menolak gagasan koridor aman bagi warga sipil Gaza, termasuk kamp pengungsi.
Hal itu demi melindungi hak warga Palestina untuk mempertahankan perjuangan dan tanah mereka.
Beberapa negara Arab masih memiliki kamp untuk pengungsi Palestina, yang merupakan keturunan dari mereka yang melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka selama perang seputar pembentukan negara Israel pada tahun 1948.
(***)