Pilu Bayi 15 Bulan Meninggal Imbas Penyakit Langka
RIAU24.COM - Pasangan suami istri bernama Kaylee dan Jack Massey di Idaho, Amerika Serikat menceritakan bagaimana kisah putrinya yang masih berusia 15 bulan akibat sebuah penyakit langka. Kejadian tersebut berawal ketika putrinya yang bernama Poppy masih berusia sembilan bulan didiagnosis mengidap kelainan genetik TBCD.
Kondisi langka ini membuat bagian otak tengah Poppy, corpus callosum tidak dapat berkembang dengan baik. Kondisi ini juga membuat Poppy mengalami masalah penglihatan.
"Poppy memiliki kondisi neurogeneratif TBCD. Ketika kami mendapatkan diagnosis ini dari ahli genetik pada November 2022, salah satu yang mereka katakan adalah otak Poppy akan mengalami kemunduran," ucap Kaylee di salah satu unggahannya di TikTok, Senin (29/5/2023).
Kayle menceritakan saat itu putrinya harus melakukan tes berkali-kali untuk mengetahui diagnosis pastinya. Sampai akhirnya setelah dilakukan tes genetik dengan teknologi tercanggih akhirnya terungkap bahwa Poppy mengalami TBCD. Poppy merupakan anak ke-38 di dunia yang didiagnosis mengidap penyakit ini.
Tidak sampai di situ, dokter juga menemukan bahwa Poppy mengidap infeksi saluran pernapasan. Kondisi tersebut membuat Poppy mengalami kekurangan oksigen dan sulit bernapas.
"Ketika kami berada di IGD tim dokter bahwa mereka juga menemukan Poppy memiliki pneumonia, mereka langsung memberikan antibiotik untuk mengatasi hal tersebut," cerita Jake.
Keesokan paginya, Poppy dipindahkan ke ICU untuk dilakukan penanganan intensif. Namun, belum lama di ruang ICU, detak jantung putrinya tiba-tiba berhenti dan perawat langsung melakukan CPR. Pada saat itu, nyawa Poppy akhirnya tidak tertolong lagi.
Kaylee mengaku terkejut bahwa Poppy akhirnya meninggal dalam waktu yang cepat. Ia menuturkan bahwa sebelumnya, dokter sempat mengatakan bahwa angka harapan hidup Poppy bisa mencapai 5-6 tahun.
"Ketika kami berdua di rumah sakit seiring berjalannya hari, kondisi Poppy semakin buruk. Tim dokter harus berusaha menyeimbangkan di satu sisi harus menangani tingkat oksigen, detak jantungnya, kejang, dan memastikan Poppy merasa nyaman yang tentu saja menjadi prioritas," cerita Kaylee.
"Kami tidak pernah berpikir bahwa itu adalah akhir bagi Poppy. Kami mengira akan membawa Poppy pulang dan kembali ke kehidupan normal kami," tambahnya.
Setelah Poppy meninggal, Kaylee dan Jack memutuskan untuk melakukan kremasi pada jenazah putrinya agar bisa tetap bersama di rumah. Namun dengan cara yang berbeda, mereka menjadikan abu jenazah Poppy 'parting stones' di mana abu kremasi diolah menjadi batu untuk bisa disimpan keluarga.
"Kami tahu menginginkan kremasi karena kami ingin abunya ada di rumah bersama kami. Namun, karena kami memiliki dua anak yang masih kecil di rumah, kami tidak ingin anak menjadi takut melihatnya atau takut pecah jika ditaruh di guci," ungkap Kaylee dikutip dari People, Kamis (18/1/2024).
Beberapa bulan kemudian, Kaylee dan Jack menerima sebuah kotak lengkap dengan tulisan tangan. Kotak tersebut berisi beberapa batu yang sudah dibuat dari abu jenazah Poppy. Kaylee mengatakan ada 13 batu kecil yang dikirim. Ia bersama keluarga menyimpan batu tersebut di ayunan yang sebelumnya selalu digunakan Poppy di dalam rumah.
"Kami tidak takut terjadi apa pun pada batu tersebut karena batu tersebut tidak seperti guci atau apa pun. Batu itu ada di kotaknya sekarang," pungkasnya.
Apa Itu TBCD?
Kelainan TBCD merupakan leukodistrofi atau kelompok kelainan bawaan mempengaruhi otak dan tulang belakang genetik langka yang disebabkan oleh mutasi resesif pada kedua alel gen TBCD. Dikutip dari TBCD Foundation, gejala kondisi ini sering kali progresif dengan umur rata-rata sekitar 4-5 tahun.
Kondisi ini dapat membuat anak kehilangan gerakan yang terarah pada usia empat tahun. Sebagian besar dari pengidap ini tidak bisa hidup hingga usia lima tahun. Penyakit ini sangat jarang terjadi dengan kurang dari 50 pasien yang sudah teridentifikasi di dunia.
Penyakit ini bersifat resesif, artinya kedua orang tua menjadi pembawa penyakit ini hingga menurun pada anak. Hingga saat ini belum ada pengobatan atau penyembuhan untuk penyakit ini. Adapun gejalanya meliputi:
- Hipotonia (penurunan kemampuan otot tubuh).
- Kesulitan menelan.
- Melewatkan tahap perkembangan.
- Keterlambatan perkembangan.
- Kejang.
- Bagian corpus callosum otak menipis dan kekurangan mielinisasi di otak.